MAKALAH KOMUNIKASI KEPERAWATAN
TEKNIK
DAN PRINSIP KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN KEKURANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT.
OLEH
:
KELOMPOK
: 3
1.
DEMPO PERINGGONO
2.
HARIAN GUSTI
3.
OCTA DIAN SARI
4. REKA APRILIA
KELAS:
1B KEPERAWATAN
POLTEKKES
PROVINSI BENGKULU
JURUSAN
KEPERAWATAN
TAHUN
AJARAN 2014/2015
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt Tuhan seluruh alam, atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Komunikasi Keperawatan”
yang berjudul “Komunikasi Terapeutik pada Pasien Kekurangan Cairan dan
Elektrolit”. Penulis ucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Makalah
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan
dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi
kita semua.
Akhir kata kami mengucapkan
terima kasih.
Bengkulu, April 2014
Penyusun
ii
DAFTAR
ISI
Hal
HALAMAN
JUDUL…………………………………………………….………………………………..i
KATA
PENGANTAR………………………………………………….………………………………...ii
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………………………..iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….…………………………..1
1.1
Latar Belakang………………………………………………….………………………..1
1.2
Tujuan …………………………………………………………..………………………..2
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA……………………………………………….………………………...3
2.1
Komunikasi Terapeutik.……………………………………….…………………………3
2.2
Asuhan Keperawatan pada Pasien Kekurangan Cairan dan
Elektrolit…………….……15
2.3
Prinsip dan Teknik Komunikasi Terapeutik dalam
Proses Keperawatan……………….18
BAB III TINJAUAN
KASUS………………………….………………………………………….…….20
3.1
Roleplay Komunikasi Terapeutik…………………………………………….…...…….20
BAB IV PENUTUP……………………………………………………………………………………...24
4.1
Kesimpulan……………………………………………………………………………...24
4.2
Saran…………………………………………………………………………………….24
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kebutuhan cairan
dan elektrolit merupakan kebutuhan yang tidak terpisahkan dalam kehidupan
manusia. Kekurangan cairan dan elektrolit yang sering terjadi, banyak
disebabkan oleh intake yang tidak adekuat, output berlebih atau diare. Klien
dengan kekurangan cairan dan elektrolit akan berdampak pada keadaan fisik yang
lemah, turgor kulit kering, membran mukosa yang pucat, serta konjungtiva yang
anemis (tidak berwarna merah muda). Cairan dan elektrolit merupakan kebutuhan
yang sangat penting, sehingga apabila terjadi kekurangan cairan dan elektrolit,
akan mengalami penurunan status kesehatan.
Cairan dan elektrolit
sangat penting untuk mempertahankan keseimbangan atau homeostasis tubuh.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat mempengaruhi fungsi
fisiologis tubuh, sebab cairan tubuh kita terdiri atas air yang mengandung
partikel-partikel bahan organik dan anorganik yang vital untuk hidup.
Elektrolit tubuh mengandung komponen-komponen kimiawi. Elektrolit tubuh ada
yang bermuatan positif (kation) dan bermuatan negative (anion). Elektrolit
sangat penting pada banyak fungsi tubuh, termasuk fungsi neuromuskular dan
keseimbangan asam-basa. Pada fungsi neuromuskular, elektrolit memegang peranan
penting terkait deng
an transmisi impuls saraf (Rizcky, 2012).
Peran perawat untuk mengurangi dan mencegah komplikasi yang
terjadi maka perawat mampu melaksanakan asuhan keperawatan dengan masalah
dehidrasi. Maka di butuhkan pelayanan suhan keperawatan dengan memberikan
pelayanan asuhan keperawatan dengan memberi pendidikan kesehatan, menjaga
kebersihan lingkungan, membiasakan hidup bersih, memberi obat sesuai indikasi menjelaskan
dan mengembalikan keadaan dehidrasi dalam keadaan normal yang perlu diketahui
oleh penderita diare (Hidayat, 2005).
Sebagai tenaga
kesehatan yang paling lama dan sering berinetaksi dengan asien atau klien,
perawat diharapkan dapat menjadi “obat” secara psikologis.Kehadiran dan
interaksi yang dilakukan perawat hendaknya membawa kenyamanan dan kehidupan
bagi klien. Hubungan perawat dengan klien yang terapeutik adalah pengalaman
perbaikan emosi klien. Dalam hal ini perawat memakai dirinya secara terapeutik
dengan menggunakan berbagai teknik komunikasi agar perilaku klien berubah
kearah yang positif seoptimal mungkin. Agar perawat dapat berperan efektif dan
terpeutik, ia harus menganalisa dirinya: kesadaran diri, klarifikasi nillai,
perasaan mapu menjadi model yang bertanggungjawab. Seluruh perilaku dan pesan
yang disampaikan perawat (verbal non verbal) hendaknya bertujuan therapeutik
untuk klien.
Komunikasi
merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkahlaku manusia, sehingga
komunikasi dikembangkan dan dipelihara secara terus menerus. Komunikasi
bertujuan untuk memudahkan, melancarkan, melaksanakan kegiatan-kegiatan
tertentu dalam rangka mencapai tujuan optimal, baik komunikasi dalam lingkup
pekerjaan maupun hubungan antar manusia.
1.2
Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa
mampu mengetahui dan melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan
Kekurangan cairan dan elektrolit.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami konsep
dasar tentang Kekurangan cairan dan elektrolit.
b. Mahasiswa mampu melaksanakan
pengkajian pada klien dengan Kekurangan cairan dan elektrolit.
c. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa
keperawatan pada klien dengan Kekurangan cairan dan elektrolit.
d. Mahasiswa mampu menetukan intervensi
keperawatan pada klien dengan Kekurangan cairan dan elektrolit..
e. Mahasiswa mampu melaksanakan
implementasi keperawatan pada klien dengan Kekurangan cairan dan elektrolit.
f. Mahasiswa mampu melaksanakan
evaluasi keperawatan pada klien dengan Kekurangan cairan dan elektrolit.
g. Mahasiswa mampu memahami Prinsip dan Teknik Komunikasi Terapeutik dalam Proses Keperawatan
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Komunikasi
Terapeutik
2.1.1
Pengertian
Komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi.
Seorang penolong atau perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang
dihadapinya melalui komunikasi, (Suryani 2005). Menurut Purwanto yang dikutip
oleh (Mundakir 2006), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan
secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional yang
mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien, (Siti Fatmawati 2010).
Komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien, Indrawati, dalam Siti
Fatmawati, (2010).
Menurut
(Stuart 1998) komunikasi terapeutik adalah merupakan hubungan interpersonal
antara perawat dan klien, dalam hal ini perawat dan klien memperoleh pengalaman
belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien. Menurut
(Potter-Perry 2000), proses dimana perawat menggunakan pendekatan terencana
dalam mempelajari klien.
Dari
beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang dilakukan seorang perawat dengan teknik-teknik tertentu yang
mempunyai efek penyembuhan. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara
untuk membina hubungan saling percaya terhadap pasien dan pemberian informasi yang
akurat kepada pasien, sehingga diharapkan dapat berdampak pada perubahan yang
lebih baik pada pasien dalam menjalanakan terapi dan membantu pasien dalam
rangka mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan.
2.1.2
Tujuan
Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik
bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih positif atau
adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi:
Pertama, realisasi
diri, penerimaan diri, dan peningkatan penghormatan diri. Melalui komunikasi terapeutik
diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yang tadinya tidak biasa
menerima apa adanya atau merasa rendah diri, setelah berkomunikasi terapeutik
dengan perawat akan mampu menerima dirinya.
Kedua,
kemampuan membina hubungan interpersonal dan saling bergantung dengan orang
lain. Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan
diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien
apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina
hubungan saling percaya .
Ketiga,
peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai
tujuan yang realistis. Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan yang
terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya.
Keempat,
rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Identitas
personal disini termasuk status, peran, dan jenis kelamin. Klien yang mengalami
gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan
mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat
dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang
jelas. Dalam hal ini perawat berusaha menggali semua aspek kehidupan klien di
masa sekarang dan masa lalu. Kemudian perawat membantu meningkatkan integritas
diri klien melalui komunikasinya dengan klien, (Suryani 2005).
2.1.3
Prinsip
Dasar Komunikasi Terapeutik
Menurut
(Suryani 2000), ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun
dan mempertahankan hubungan yang terapeutik:
Pertama,
hubungan perawat dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling
menguntungkan. Hubungan ini didasarkan pada prinsip” humanity of nurse and
clients”. Kualitas hubungan perawat-klien ditentukan oleh bagaimana perawat
mendefinisikan dirinya sebagai manusia. Hubungan perawat dengan klien tidak
hanya sekedar hubungan seorang penolong dengan kliennya tetapi lebih dari itu,
hubungan antar manusia yang bermartabat.
Kedua,
perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai karakter yang
berbeda-beda, karena itu perawat perlu memahami perasaan dan perilaku klien
dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan tiap
individu.
Ketiga,
semua komuikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun
penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan
harga diri klien. Keempat, komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan
saling percaya harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan
memberikan alternative pemecahan masalah. Hubungan saling percaya antara
perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik.
2.1.4
Komunikasi
Terapeutik sebagai Tanggung Jawab Moral Perawat
Perawat
disebutkan sebagai tenaga terpenting karena sebagian terbesar pelayanan Rumah
Sakit adalah pelayanan keperawatan. Perawat bekerja dan selalu bertemu dengan
pasien selama 24 jam penuh dalam satu siklus shift, karena itu perawat menjadi
ujung tombak bagi suatu Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
pasien. Dalam memberikan intervensi keperawatan diperlukan suatu komunikasi
terapeutik, dengan demikian diharapkan seorang perawat memiliki kemampuan
khusus mencakup ketrampilan intelektual, teknikal dan interpersonal dan penuh
kasih sayang dalam melakukan komunikasi dengan pasien. Perawat harus memiliki
tanggung jawab moral tinggi yang didasari atas sikap peduli dan penuh kasih
sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain untuk kesembuhan pasien.
Menurut Addalati, dalam Abdul Nasir (2009) menambahkan bahwa seorang beragama,
perawat tidak dapat bersikap tidak peduli terhadap orang lain dan adalah
seorang pendosa apabila perawat mementingkan dirinya sendiri.
2.1.5
Teknik
Komunikasi Terapeutik
Teknik
komunikasi terapeutik dengan menggunakan referensi dari Stuart dan Sundeen,
dalam Ernawati (2009) yaitu:
1.
Mendengarkan
(lestening)
Mendengar
( listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi terapeutik ( Keliat
1992). Mendengarkan adalah proses aktif dan penerimaan informasi serta
penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima , Hubson, S dalam
Suryani, (2005). Untuk member kesempatan lebih banyak pada klien untuk
berbicara, maka perawat harus menjadi pendengar yang aktif. Selama
mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang dibicarakan klien dengan penuh
perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak memotong
pembicaraan klien. Tunjukkan perhatian bahwa perawat mempunyai waktu untuk
mendengarkan.
Ketrampilan
mendengarkan penuh perhatian adalah dengan:
a. Pandang
klien ketika sedang bicara
b. Pertahankan
kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan
c. Sikap
tubuh yang menunjukan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau tangan
d. Hindarkan
gerakan yang tidak perlu
e. Angkat
kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan balik
f. Condongkan
tubuh kearah lawan bicara (pasien).
2.
Bertanya
Bertanya
(question) merupakan teknik yang dapat mendorong klien untuk mengungkapkan
perasaan dan pikirannya. Teknik berikut sering digunakan pada tahap orientasi:
a. Pertanyaan fasilitatif (fasilitatif question)
Pertanyaan
fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya
perawat sensitive terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung
berhubungan dengan masalah klien, sedangkan pertanyaan non fasilitatif (non
facilitative question) adalah pertanyaan yang tidak efektif karena
memberikan pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau pembicaraan, bersifat
mengancam, dan tampak kurang pengertian terhadap klien Gerald, D dalam
Suryani,(2005).
b.
Pertanyaan
terbuka atau tertutup
Pertanyaan
terbuka (open question) digunakan apabila perawat membutuhkan jawaban
yang banyak dari klien. Dengan pertanyaan terbuka, perawat mampu mendorong
klien mengekspresikan dirinya Antai-Otong dalam Suryani, (2005). Pertanyaan
tertutup (closed question) digunakan ketika perawat membutuhkan jawaban
yang singkat.
3.
Penerimaan
Yaitu
mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang menunjukkan
ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti persetujuan.
Penerimaan berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukan
keraguan atau tidak setuju. Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan
gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau
menggelengkan kepala seakan tidak percaya.
4.
Mengulangi
(restating)
Mengulangi
(restating) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien
maksudnya adalah mengulangi pokok pikiran yang diungkapkan klien dengan
menggunakan kata-kata sendiri. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan
member indikasi perawat mengikuti pembicaraan atau memperhatikan klien dan
mengharapkan komunikasi berlanjut klien (Keliat, Budi Anna, 1992 ).
5.
Klarifikasi
(clarification)
Klasifikasi
(clarification) adalah penjelasan kembali ke ide atau pikiran klien yang
tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya Gerald,d
dan Suryani, (2005). Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar
atau klien malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap
atau mengemukakannya berpindah-pindah. Pada saat klarifikasi perawat tidak
boleh menginterpretasikan apa yang dikatakan klien, juga tidak boleh
menambahkan informasi Gerald, D dalam Suryani, (2005). Fokus utama klarifikasi
adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap perasaan klien sangat penting
dalam memahami klien.
6.
Refleksi
( reflection )
Refleksi
(reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan, dan
isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian
perawat tentang apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan
penghargaan terhadap klien Antai-Otong dalam Suryani, (2005).
Refleksi
menganjurkan klien untuk mengungkapkan dan menerima ide dan perasaannya sebagai
bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang harus ia pikirkan
dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab; bagaimana menurutmu? Dengan
demikian perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dank lien
mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir
bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai
individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.
7.
Memfokuskan
(focusing)
Memfokuskan
(focusing) adalah bertujuan memberikan kesempatan kepada klien untuk
membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan
Stuart, G.W dalam Suryani, (2005). Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi
bahan pembicaraan sehingga pembahasan masalah lebih spesifik dan dimengerti dan
mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan.
8.
Diam
( silence )
Teknik
diam digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum menjawab
pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien
untuk Mengorganisasi pikiran masing-masing Stuart dan Sundeen, dalam Suryani,
(2005).
9.
Memberikan
Informasi ( informing )
Memberikan
informasi tambahan merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien. Teknik
ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau pendidikan pada klien
tentang aspek-aspek yang relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan klien.
Informasi tambahan yang diberikan pada klien harus dapat memberikan pengertian
dan pemahaman yang lebih baik tentang masalah yang dihadapi klien serta
membantu dalam memberikan alternative pemecahan masalah, (Suryani 2005).
10.
Menyimpulkan
(summerizing)
Menyimpulkan
adalah teknik komunikasi yang membantu klien mengeksporasi point penting dari
interaksi perawat-klien. Teknik ini membantu perawat dank lien untuk memiliki
pikiran dan ide yang sama saat mengakhiri pertemuan.
11.
Mengubah
Cara Pandang (reframing)
Teknik
ini digunakan untuk memberikan cara pandang lain sehingga klien tidak melihat
sesuatu atau masalah dari aspek negatifnya saja Gerald,D dalam Suryani, (2005 )
sehingga memungkinkan klien untuk membuat perencanaan yang lebih baik dalam
mengatasi masalah yang dihadapinya.
12.
Eksplorasi
Teknik
ini bertujuan untuk mencari atau menggali lebih dalam masalah yang dialami
klien, Antai-Otong dalam suryani, (2005) supaya masalah tersebut bias diatasi.
Teknik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail
tentang masalah yang dialami klien.
13.
Membagi
Persepsi (Sharing perception)
Stuart
G.W. dalam Suryani, (2005), menyatakan membagi persepsi (sharing perception)
adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan atau pikirkan.
Teknik ini digunakan ketika perawat merasakan atau melihat ada perbedaan antara
respons verbal atau respons nonverbal dari klien.
14. Identifikasi tema
Perawat
harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus mampu menangkap
tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya untuk meningkatkan pengertian
dan menggali masalah penting. (Stuart dan Sundeen, dalam Suryani, 2005).teknik
ini sangat bermanfaat pada tahap awal kerja untuk memfokuskan pembicaraan pada
awal masalah yang benar-benar dirasakan klien.
15. Menganjurkan untuk Melanjutkan Pembicaraan
Teknik
ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang
mengidentifikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang dibicarakan dan
tertarik dengan apa yang dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha untuk
menaksirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan.
16. Humor
Sullivan
dan Deane dalam Suryani,( 2005), melaporkan bahwa humor merangsang produksi
catecholamine dan hormone yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan
toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi
pernafasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau
menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.
17. Memberikan Pujian
Memberikan
pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang didapatkan
klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement berguna untuk
meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien Gerald, D dalam Suryani,
(2005). Reinforcement bias diungkapkan dengan kata-kata ataupun melalui inyarat
nonverbal.
18. Menawarkan Diri
Bukan
tidak mungkin bahwa klien belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan
orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Perawat
menyediakan diri tanpa renpons bersyarat atau respons yang diharapkan.
19. Memberikan Penghargaan
Memberi
salam pada klien dan keluarga dengan menyebut namanya, menunjukan kesadaran
tentang perubahan yang terjadi, untuk menghargai klien dan keluarga sebagai
manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri
sebagai individu. (Ernawati, 2009)
20. Asertif
Asertif
adalah kemampuan dengan cara meyakinkan dan nyaman untuk mengekspresikan
pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai orang lain. (Ernawati, 2009)
2.1.6
Sikap
Perawat dalam Komunikasi Terapeutik
Elsa
Roselina, 2009 mengidentifikasikan lima sikap atau cara untuk dapat
menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi terapeutik:
1. Berhadapan
Posisi
ini memiliki arti bahwa saya siap untuk anda
2. Mempertahankan
kontak mata
Kontak
mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan
untuk tetap berkomunikasi
3. Membungkuk
kearah klien
Pada
posisi ini menunjukkan keinginan untuk menyatakan atau mendengarkan sesuatu
4. Memperlihatkan
sikap terbuka
Dalam
posisi ini diharapkan tidak melipat kaki atau tangan untuk menyatakan atau
mendengarkan sesuatu
5. Tetap
rileks
Tetap
dapat mengendalikan keseimbangan, antara ketegangan dan relaksasi dalam
memberikan respons kepada pasien, meskipun dalam situasi yang kurang
menyenangkan.
2.1.7
Memberikan
Umpan Balik
Ada
beberapa tahapan yang perlu diperhatikan oleh seorang perawat dalam melakukan
umpan balik sebagai berikut:
1. Pelajari
hasil kerjanya dengan teliti. Beri tanda pada hal-hal yang perlu diperbaiki
2. Ketika
menyampaikan umpan balik perhatikan contoh-contoh dari kesalahan yang telah
dibuat
3. Kembangkan
argument mengenai dampak negative yang biasa muncul dari kesalahan yang dibuat
4. Pastikan
penerima umpan balik menyadari kekeliruan, kekurangan, atau kesalahan
5. Gali
lebih dalam lagi mengenai hambatan yang ditemui
6. Dorong
penerima umpan balik untuk menemukan jalan keluar dan langkah-langkah untuk
memperbaiki tugasnya atau cara kerjanya
7. Buat
kesepakatan mengenai perbaikan yang akan dilakukan.
2.1.8
Sikap
Perawat dalam Memberikan Umpan Balik
1. Jangan
bersikap seperti hakim yang mengadili
2. Mulai
dengan hal-hal yang positif
3. Jangan
mengungkapkan kebaikan dan kelemahan secara bersamaan
4. Sampaikan
fakta, tunjukkan dimana letak kesalahan, kekeliruan, atau kekurangan
5. Berikan
pujian dengan tulus
6. Jangan
memanipulasi fakta
7. Jangan
memberikan komentar, tetapi langsung berikan saran.
2.1.9
Isi
Pesan
Pesan
adalah segala sesuatu yang akan disampaikan. Pesan dapat berupa ide, pendapat,
pikiran dan saran. Pesan adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh
komunikator. Pesan ini mempunyai inti pesan yang sebenarnya menjadi pengarah di
dalam suatu usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan, (Ernawati
Dalami, 2009). Menurut Arita Murwani, isi pesan harus dirasa penting dan
berguna bagi sasaran. Bila seorang pasien diberi nasihat atau informasi berupa
pesan-pesan yang kurang bermanfaat dan tidak jelas, maka pasien akan enggan
melakukannya. Pesan dapat disampaikan dengan cara langsung atau lisan, tatap
muka, dan dapat pula melalui media atau saluran. Pesan yang disampaikan
memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:
a. Pesan
harus direncanakan dengan baik sesuai kebutuhan
b. Penyampaian
pesan dengan menggunakan bahasa yang baik dan mudah dimengerti oleh kedua belah
pihak
c. Pesan
harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima serta menimbulkan kepuasan,
( Mundakir 2006).
2.1.10
Askep Cairan Dan Elektrolit
2.1.10.1
Definisi.
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena
metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap
stressor fisiologis dan lingkungan. Cairan dan elektrolit saling berhubungan,
ketidakseimbangan yang berdiri sendiri jarang trjadi dalam bentuk berlebihan
atau kekurangan. Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka
menjaga kondisi tubuhtetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam
tubuh adalah merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis.
Keseimbangan cairan dan
elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan
tubuh adalah larutan yang terdiri dari air ( pelarut) dan zat tertentu (zat
terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel
bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan
elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena
(IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan
elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total
dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan
elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya; jika salah satu
terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.
2.1.10.2
Fisiologi Cairan Dan Elektrolit.
Cairan dan substansi yang ada di dalamnya berpindah dari cairan
interstitial masuk kedalam sel. Pembuluh darah kapiler dan membrane sel yang
merupakan membran semipermiabel mampu memfilter tidak semua substansi dan
komponen dalam cairan tubuh ikut berpindah. Metode perpindahan dari cairan dan
elektrolit tubuh dengan beberapa cara yaitu:
1.
Difusi.
Merupakan
proses di mana partikel yang terdapat di dalam cairan bergerak dari konsentrasi
tinggi ke konsentrasi rendah sampai terjadi keseimbangan. Cairan dan elektrolit
di difusikan menembus membrane sel. Klecepatan difusi di pengaruhi oleh ukuran
molekul, konsentarsi larutan dan temperature.
2.
Osmosis.
Merupakan
bergeraknya pelarut bersih seperti air, melaui membran semipermiabel dan
larutan yang berkosentrasi lebih rendah ke kosentrsi yang lebih tinggi yang
sifat nya menarik.
3.
Transport aktif.
Partikel
bergerak dari konsentrasi rendah ke lebih tinggi karena adanya daya aktif dari
tubuh seperti pompa jantung.
2.1.10.3
Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit
No.
Umur / BB (Kg)
Kebutuhan cairan (mL/24 jam)
1
3 hari/ 3 kg
250-300
2
1 tahun/ 9,5 kg
1150-1300
3
2 tahun/ 11,8 kg
1350-1500
4
6 tahun/ 20 kg
1800-2000
5
10 tahun/ 28,7 kg
2000-2500
6
14 tahun/ 45 kg
2200-2700
7
18 tahun/ 54 kg
2200-2700
1.
Volume cairan tubuh.
Total jumlah
volume cairan tubuh (total body water-TBW) kira-kira 60% dari berat badan pria
dan 50% dari berat badan wanita. Jumlah volume ini tergantung pada kandungan
lemak badan dan usia. Lemak jaringan sangat sedikit menyimpan cairan di mana
lemak pada wanita lebih banyak dari pria sehingga jumlah volume cairan lebih
rendah dari pria. Usia juga berpengaruh terhadap TBW di mana makin tua usia
makin sedikit kandungan airnya. Contoh: bayi baru lahir TBW nya 70-80% dari BB,
usia 1 tahun 60% dari BB, usia puberitas sampai dengan 39 tahun untuk pria 60%
dari BB dan wanita 52% dari BB, usia 40-60 tahun untuk pria 55% dari BB dan
wanita 47% dari BB, sedangkan pada usia di atas 60 tahun untuk pria 52% dari BB
dan wanita 46% dari BB.
2.1.10.4
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan
Dan Elektrolit.
1. Umur.
Kebutuhan
intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan berpengaruh
pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant dan anak-anak
lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dibanding usia dewasa. Pada
usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan di karenakan gangguan
fungsi ginjal ataw jantung.
2.
Iklim.
Orang yang
tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya rendah
memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat.
Sedangkan seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan
cairan sampai dengan 5 L per hari.
3. Diet.
Diet seseorag
berpengaruh terhadap intake cairan dan elktrolit. Ketika intake nutrisi tidak
adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga akan serum albumin
dan cadangan protein akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan dalam
proses keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan edema.
4. Stress.
Stress dapat
meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan glykogen otot.
Mrekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air sehingga bila
berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah.
5.
Kondisi sakit.
Kondisi sakit
sangat b3erpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit
misalnya:
a.
Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.
b.
Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.
c.
Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami ganguan pemenuhan
intake cairan karena kehilangan kemapuan untuk memenuhinya secara mandiri.
6.
Tindakan medis.
Banyak tindakan
medis akan berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh seperti:
suction, NGT dan lain-lain.
7. Pengobatan.
Pengobatan
seperti pemberian dueretik, laksative dapat berpengaruh pada kondisi cairan dan
elektrolit tubuh.
8. Pembedahan.
pasien dengan
tindakan pembedahan memiliki resiko tinggimengalami gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit tubuh karena kehilangan darah selama pembedahan.
2.1.10.5 Masalah-Masalah Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit.
1.
Hipovolemik.
Adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan ekstra seluler (CES)
dan dapat terjadi karena kehilangan melalui kulit, ginjal, gastrointestinal,
pendarahan sehingga menimbulkan syok hipovolemik. Mekanisme nya adalah
peningkatan rangsangan saraf simpatis (peningkatan frekuensi jantung, kontraksi
jantung dan tekanan vaskuler), rasa haus, pelepasan hormone ADH dan adosteron.
Gejala: pusing, lemah, letih, anoreksia, mual muntah, rasa haus, gangguan
mental, konstipasi dan oliguri, penurunan TD, HR meningkat, suhu meningkat,
turgor kulit menurun, lidah terasa kering dan kasar, mukosa mulut kering.
Tanda-tanda penurunan berat badan dengan akut, mata cekung, pengosongan
vena jugularis. Pada bayi dan anak adanya penurunan jumlah air mata.
2.
Hipervolemik
Adalah penambahan/kelebihan volume CES dapat terjadi pada saat:
a.
Stimulasi kronis ginjal untuk menahan natrium dan air.
b.
Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunan ekskresi natrium dan air.
c.
Kelebihan pemberian cairan.
d.
Perpindahan cairan interstisial ke plasma.
e.
Gejala: sesak napas, peningkatan dan penurunan TD, nadi kuat, asites,
adema, adanya ronchi, kulit lembab, distensi vena leher, dan irama gallop.
2.2 Asuhan
Keperawatan pada Pasien Kekurangan Ciaran dan
Elektrolit
a.
Pengkajian
1.
Riwayat keperawatan
a)
Pemasukan dan pengeluaran cairan dan makanan (oral,
parenteral)
b)
Tanda umum masalah elektrolit
c)
Tanda kekurangan dan kelebihan cairan
d)
Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostatis cairan
dan elektrolit
e)
Pengobatan tertentu yang sedang dijalani dapat mengganggu
status cairan
f)
Status perkembangan seperti usia atau situasi sosial.
g)
Faktor psikologis seperti perilaku emosional yang mengganggu
pengoba
2.
Pengukuran klinik
a)
Berat badan
Kehilangan atau bertambahnya berat badan menunjukkna adanya
masalah keseimbangan cairan:
·
2% :
ringan
·
5% :
sedang
·
10% :
berat
Pengukuran
berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang sama.
b)
Keadaan umum
·
Pengukuran tanda vital seperti temperatur, tekanan darah,
nadi, dan pernapasan
·
Tingkat kesadaran
c)
Pengukuran pemasukan cairan
·
Cairan oral: NGT dan oral
·
Cairan parenteral termasuk obat-obatan IV.
·
Makanan yang cenderung mengandung air
·
Irigasi kateter atau NGT
d)
Pengukuran pengeluaran cairan
·
Urin: volume, kejernihan atau kepekatan
·
Feses: jumlah dan konsentrasi
·
Muntah
·
Tube drainase
·
IWL
e)
Ukur keseimbangan cairan dengan akurat: normalnya sekitar
cc
3.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kebutuhan cairan dan elektrolit
difokuskan pada:
a)
Integumen: keadaan turgor kulit, edema, kelelahan, kelemahan
otot, tetani dan sensasi rasa.
b)
Kardiovaskular: distensi vena jugularis, tekanan darah,
hemoglobin dan bunyi jantung.
c)
Mata: cekung, air mata kering
d)
Neurologi: refleksi, gangguan motorik dan sensorik, tingkat
kesadaran.
e)
Gastrointestinal: keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah,
muntah-mutah, dan bising usus.
4.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan elektorlit, darah lengkap, pH, berat jenis urin
dan analisis gas darah.
b.
Diagnosa keperawatan dan intervensi
1. Akctual/risiko deficit volume cairan
Definisi:
kondisi di mana pasien mengalami risiko kekurangan cairan pada ekstraseluler
dan vascular.
Kemungkinan
berhubungan dengan:
a) Kehilangan cairan secara berlebihan
b) Berkeringan secara berlebihan
c) Menurunnya intake oral
d) Penggunaan diuretik
e) Pendarahan
Kemungkinan data yang ditemukan:
a) Hipotensi
b) Takikardia
c) Pucat
d) Kelemahan
e) Konsentrasi urin pekat
Kondisi klinis kemungkinan terjadi
pada:
a) Penyakit Addison
b) Koma
c) Ketoasidosis pada diabetic
d) Anoreksia nervosa
e) Pendarahan gastrointestinal
f) Muntah, diare
g) Intake cairan tidak adekuat
h) AIDS
i)
Pendarahan
j)
Ulcer kolon
Tujuan yang diharapkan
a) Mempertahankan keseimbangan cairan
b) Menunjukan adanyan keseimbangan
cairan seperti output urin adekuat, tekanan darah stabil, membrane mukosa mulut
lembap, turgor kulit baik.
c) Secara verbal pasien mengatakan
penyebab kekurangan cairan dapat teratasi.
2. Volume cairan tubuh berlebihan
Definisi:
kondisi dimana terjadi peningkatan retensi dan edema
Kemungkinan
berhubungan dengan:
a) Retensi garam dan air
b) Efek dari pengobatan
c) Malnutrisi
Kemungkinan data yang ditemukan:
a) Orthopnea
b) Oliguria
c) Distensi vena jugularis
d) Hipertensi
e) Distress pernapasan
f) Edema anasarka
g) Edema paru
Kondisi klinis kemungkinan terjadi
pada:
MAKALAH KOMUNIKASI KEPERAWATAN
TEKNIK
DAN PRINSIP KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN KEKURANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT.
OLEH
:
KELOMPOK
: 3
1.
DEMPO PERINGGONO
2.
HARIAN GUSTI
3.
OCTA DIAN SARI
4. REKA APRILIA
KELAS:
1B KEPERAWATAN
POLTEKKES
PROVINSI BENGKULU
JURUSAN
KEPERAWATAN
TAHUN
AJARAN 2014/2015
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt Tuhan seluruh alam, atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Komunikasi Keperawatan”
yang berjudul “Komunikasi Terapeutik pada Pasien Kekurangan Cairan dan
Elektrolit”. Penulis ucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Makalah
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan
dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi
kita semua.
Akhir kata kami mengucapkan
terima kasih.
Bengkulu, April 2014
Penyusun
ii
DAFTAR
ISI
Hal
HALAMAN
JUDUL…………………………………………………….………………………………..i
KATA
PENGANTAR………………………………………………….………………………………...ii
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………………………..iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….…………………………..1
1.1
Latar Belakang………………………………………………….………………………..1
1.2
Tujuan …………………………………………………………..………………………..2
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA……………………………………………….………………………...3
2.1
Komunikasi Terapeutik.……………………………………….…………………………3
2.2
Asuhan Keperawatan pada Pasien Kekurangan Cairan dan
Elektrolit…………….……15
2.3
Prinsip dan Teknik Komunikasi Terapeutik dalam
Proses Keperawatan……………….18
BAB III TINJAUAN
KASUS………………………….………………………………………….…….20
3.1
Roleplay Komunikasi Terapeutik…………………………………………….…...…….20
BAB IV PENUTUP……………………………………………………………………………………...24
4.1
Kesimpulan……………………………………………………………………………...24
4.2
Saran…………………………………………………………………………………….24
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kebutuhan cairan
dan elektrolit merupakan kebutuhan yang tidak terpisahkan dalam kehidupan
manusia. Kekurangan cairan dan elektrolit yang sering terjadi, banyak
disebabkan oleh intake yang tidak adekuat, output berlebih atau diare. Klien
dengan kekurangan cairan dan elektrolit akan berdampak pada keadaan fisik yang
lemah, turgor kulit kering, membran mukosa yang pucat, serta konjungtiva yang
anemis (tidak berwarna merah muda). Cairan dan elektrolit merupakan kebutuhan
yang sangat penting, sehingga apabila terjadi kekurangan cairan dan elektrolit,
akan mengalami penurunan status kesehatan.
Cairan dan elektrolit
sangat penting untuk mempertahankan keseimbangan atau homeostasis tubuh.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat mempengaruhi fungsi
fisiologis tubuh, sebab cairan tubuh kita terdiri atas air yang mengandung
partikel-partikel bahan organik dan anorganik yang vital untuk hidup.
Elektrolit tubuh mengandung komponen-komponen kimiawi. Elektrolit tubuh ada
yang bermuatan positif (kation) dan bermuatan negative (anion). Elektrolit
sangat penting pada banyak fungsi tubuh, termasuk fungsi neuromuskular dan
keseimbangan asam-basa. Pada fungsi neuromuskular, elektrolit memegang peranan
penting terkait deng
an transmisi impuls saraf (Rizcky, 2012).
Peran perawat untuk mengurangi dan mencegah komplikasi yang
terjadi maka perawat mampu melaksanakan asuhan keperawatan dengan masalah
dehidrasi. Maka di butuhkan pelayanan suhan keperawatan dengan memberikan
pelayanan asuhan keperawatan dengan memberi pendidikan kesehatan, menjaga
kebersihan lingkungan, membiasakan hidup bersih, memberi obat sesuai indikasi menjelaskan
dan mengembalikan keadaan dehidrasi dalam keadaan normal yang perlu diketahui
oleh penderita diare (Hidayat, 2005).
Sebagai tenaga
kesehatan yang paling lama dan sering berinetaksi dengan asien atau klien,
perawat diharapkan dapat menjadi “obat” secara psikologis.Kehadiran dan
interaksi yang dilakukan perawat hendaknya membawa kenyamanan dan kehidupan
bagi klien. Hubungan perawat dengan klien yang terapeutik adalah pengalaman
perbaikan emosi klien. Dalam hal ini perawat memakai dirinya secara terapeutik
dengan menggunakan berbagai teknik komunikasi agar perilaku klien berubah
kearah yang positif seoptimal mungkin. Agar perawat dapat berperan efektif dan
terpeutik, ia harus menganalisa dirinya: kesadaran diri, klarifikasi nillai,
perasaan mapu menjadi model yang bertanggungjawab. Seluruh perilaku dan pesan
yang disampaikan perawat (verbal non verbal) hendaknya bertujuan therapeutik
untuk klien.
Komunikasi
merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkahlaku manusia, sehingga
komunikasi dikembangkan dan dipelihara secara terus menerus. Komunikasi
bertujuan untuk memudahkan, melancarkan, melaksanakan kegiatan-kegiatan
tertentu dalam rangka mencapai tujuan optimal, baik komunikasi dalam lingkup
pekerjaan maupun hubungan antar manusia.
1.2
Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa
mampu mengetahui dan melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan
Kekurangan cairan dan elektrolit.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami konsep
dasar tentang Kekurangan cairan dan elektrolit.
b. Mahasiswa mampu melaksanakan
pengkajian pada klien dengan Kekurangan cairan dan elektrolit.
c. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa
keperawatan pada klien dengan Kekurangan cairan dan elektrolit.
d. Mahasiswa mampu menetukan intervensi
keperawatan pada klien dengan Kekurangan cairan dan elektrolit..
e. Mahasiswa mampu melaksanakan
implementasi keperawatan pada klien dengan Kekurangan cairan dan elektrolit.
f. Mahasiswa mampu melaksanakan
evaluasi keperawatan pada klien dengan Kekurangan cairan dan elektrolit.
g. Mahasiswa mampu memahami Prinsip dan Teknik Komunikasi Terapeutik dalam Proses Keperawatan
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Komunikasi
Terapeutik
2.1.1
Pengertian
Komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi.
Seorang penolong atau perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang
dihadapinya melalui komunikasi, (Suryani 2005). Menurut Purwanto yang dikutip
oleh (Mundakir 2006), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan
secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional yang
mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien, (Siti Fatmawati 2010).
Komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien, Indrawati, dalam Siti
Fatmawati, (2010).
Menurut
(Stuart 1998) komunikasi terapeutik adalah merupakan hubungan interpersonal
antara perawat dan klien, dalam hal ini perawat dan klien memperoleh pengalaman
belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien. Menurut
(Potter-Perry 2000), proses dimana perawat menggunakan pendekatan terencana
dalam mempelajari klien.
Dari
beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang dilakukan seorang perawat dengan teknik-teknik tertentu yang
mempunyai efek penyembuhan. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara
untuk membina hubungan saling percaya terhadap pasien dan pemberian informasi yang
akurat kepada pasien, sehingga diharapkan dapat berdampak pada perubahan yang
lebih baik pada pasien dalam menjalanakan terapi dan membantu pasien dalam
rangka mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan.
2.1.2
Tujuan
Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik
bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih positif atau
adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi:
Pertama, realisasi
diri, penerimaan diri, dan peningkatan penghormatan diri. Melalui komunikasi terapeutik
diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yang tadinya tidak biasa
menerima apa adanya atau merasa rendah diri, setelah berkomunikasi terapeutik
dengan perawat akan mampu menerima dirinya.
Kedua,
kemampuan membina hubungan interpersonal dan saling bergantung dengan orang
lain. Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan
diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien
apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina
hubungan saling percaya .
Ketiga,
peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai
tujuan yang realistis. Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan yang
terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya.
Keempat,
rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Identitas
personal disini termasuk status, peran, dan jenis kelamin. Klien yang mengalami
gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan
mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat
dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang
jelas. Dalam hal ini perawat berusaha menggali semua aspek kehidupan klien di
masa sekarang dan masa lalu. Kemudian perawat membantu meningkatkan integritas
diri klien melalui komunikasinya dengan klien, (Suryani 2005).
2.1.3
Prinsip
Dasar Komunikasi Terapeutik
Menurut
(Suryani 2000), ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun
dan mempertahankan hubungan yang terapeutik:
Pertama,
hubungan perawat dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling
menguntungkan. Hubungan ini didasarkan pada prinsip” humanity of nurse and
clients”. Kualitas hubungan perawat-klien ditentukan oleh bagaimana perawat
mendefinisikan dirinya sebagai manusia. Hubungan perawat dengan klien tidak
hanya sekedar hubungan seorang penolong dengan kliennya tetapi lebih dari itu,
hubungan antar manusia yang bermartabat.
Kedua,
perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai karakter yang
berbeda-beda, karena itu perawat perlu memahami perasaan dan perilaku klien
dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan tiap
individu.
Ketiga,
semua komuikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun
penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan
harga diri klien. Keempat, komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan
saling percaya harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan
memberikan alternative pemecahan masalah. Hubungan saling percaya antara
perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik.
2.1.4
Komunikasi
Terapeutik sebagai Tanggung Jawab Moral Perawat
Perawat
disebutkan sebagai tenaga terpenting karena sebagian terbesar pelayanan Rumah
Sakit adalah pelayanan keperawatan. Perawat bekerja dan selalu bertemu dengan
pasien selama 24 jam penuh dalam satu siklus shift, karena itu perawat menjadi
ujung tombak bagi suatu Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
pasien. Dalam memberikan intervensi keperawatan diperlukan suatu komunikasi
terapeutik, dengan demikian diharapkan seorang perawat memiliki kemampuan
khusus mencakup ketrampilan intelektual, teknikal dan interpersonal dan penuh
kasih sayang dalam melakukan komunikasi dengan pasien. Perawat harus memiliki
tanggung jawab moral tinggi yang didasari atas sikap peduli dan penuh kasih
sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain untuk kesembuhan pasien.
Menurut Addalati, dalam Abdul Nasir (2009) menambahkan bahwa seorang beragama,
perawat tidak dapat bersikap tidak peduli terhadap orang lain dan adalah
seorang pendosa apabila perawat mementingkan dirinya sendiri.
2.1.5
Teknik
Komunikasi Terapeutik
Teknik
komunikasi terapeutik dengan menggunakan referensi dari Stuart dan Sundeen,
dalam Ernawati (2009) yaitu:
1.
Mendengarkan
(lestening)
Mendengar
( listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi terapeutik ( Keliat
1992). Mendengarkan adalah proses aktif dan penerimaan informasi serta
penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima , Hubson, S dalam
Suryani, (2005). Untuk member kesempatan lebih banyak pada klien untuk
berbicara, maka perawat harus menjadi pendengar yang aktif. Selama
mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang dibicarakan klien dengan penuh
perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak memotong
pembicaraan klien. Tunjukkan perhatian bahwa perawat mempunyai waktu untuk
mendengarkan.
Ketrampilan
mendengarkan penuh perhatian adalah dengan:
a. Pandang
klien ketika sedang bicara
b. Pertahankan
kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan
c. Sikap
tubuh yang menunjukan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau tangan
d. Hindarkan
gerakan yang tidak perlu
e. Angkat
kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan balik
f. Condongkan
tubuh kearah lawan bicara (pasien).
2.
Bertanya
Bertanya
(question) merupakan teknik yang dapat mendorong klien untuk mengungkapkan
perasaan dan pikirannya. Teknik berikut sering digunakan pada tahap orientasi:
a. Pertanyaan fasilitatif (fasilitatif question)
Pertanyaan
fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya
perawat sensitive terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung
berhubungan dengan masalah klien, sedangkan pertanyaan non fasilitatif (non
facilitative question) adalah pertanyaan yang tidak efektif karena
memberikan pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau pembicaraan, bersifat
mengancam, dan tampak kurang pengertian terhadap klien Gerald, D dalam
Suryani,(2005).
b.
Pertanyaan
terbuka atau tertutup
Pertanyaan
terbuka (open question) digunakan apabila perawat membutuhkan jawaban
yang banyak dari klien. Dengan pertanyaan terbuka, perawat mampu mendorong
klien mengekspresikan dirinya Antai-Otong dalam Suryani, (2005). Pertanyaan
tertutup (closed question) digunakan ketika perawat membutuhkan jawaban
yang singkat.
3.
Penerimaan
Yaitu
mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang menunjukkan
ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti persetujuan.
Penerimaan berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukan
keraguan atau tidak setuju. Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan
gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau
menggelengkan kepala seakan tidak percaya.
4.
Mengulangi
(restating)
Mengulangi
(restating) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien
maksudnya adalah mengulangi pokok pikiran yang diungkapkan klien dengan
menggunakan kata-kata sendiri. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan
member indikasi perawat mengikuti pembicaraan atau memperhatikan klien dan
mengharapkan komunikasi berlanjut klien (Keliat, Budi Anna, 1992 ).
5.
Klarifikasi
(clarification)
Klasifikasi
(clarification) adalah penjelasan kembali ke ide atau pikiran klien yang
tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya Gerald,d
dan Suryani, (2005). Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar
atau klien malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap
atau mengemukakannya berpindah-pindah. Pada saat klarifikasi perawat tidak
boleh menginterpretasikan apa yang dikatakan klien, juga tidak boleh
menambahkan informasi Gerald, D dalam Suryani, (2005). Fokus utama klarifikasi
adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap perasaan klien sangat penting
dalam memahami klien.
6.
Refleksi
( reflection )
Refleksi
(reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan, dan
isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian
perawat tentang apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan
penghargaan terhadap klien Antai-Otong dalam Suryani, (2005).
Refleksi
menganjurkan klien untuk mengungkapkan dan menerima ide dan perasaannya sebagai
bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang harus ia pikirkan
dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab; bagaimana menurutmu? Dengan
demikian perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dank lien
mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir
bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai
individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.
7.
Memfokuskan
(focusing)
Memfokuskan
(focusing) adalah bertujuan memberikan kesempatan kepada klien untuk
membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan
Stuart, G.W dalam Suryani, (2005). Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi
bahan pembicaraan sehingga pembahasan masalah lebih spesifik dan dimengerti dan
mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan.
8.
Diam
( silence )
Teknik
diam digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum menjawab
pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien
untuk Mengorganisasi pikiran masing-masing Stuart dan Sundeen, dalam Suryani,
(2005).
9.
Memberikan
Informasi ( informing )
Memberikan
informasi tambahan merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien. Teknik
ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau pendidikan pada klien
tentang aspek-aspek yang relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan klien.
Informasi tambahan yang diberikan pada klien harus dapat memberikan pengertian
dan pemahaman yang lebih baik tentang masalah yang dihadapi klien serta
membantu dalam memberikan alternative pemecahan masalah, (Suryani 2005).
10.
Menyimpulkan
(summerizing)
Menyimpulkan
adalah teknik komunikasi yang membantu klien mengeksporasi point penting dari
interaksi perawat-klien. Teknik ini membantu perawat dank lien untuk memiliki
pikiran dan ide yang sama saat mengakhiri pertemuan.
11.
Mengubah
Cara Pandang (reframing)
Teknik
ini digunakan untuk memberikan cara pandang lain sehingga klien tidak melihat
sesuatu atau masalah dari aspek negatifnya saja Gerald,D dalam Suryani, (2005 )
sehingga memungkinkan klien untuk membuat perencanaan yang lebih baik dalam
mengatasi masalah yang dihadapinya.
12.
Eksplorasi
Teknik
ini bertujuan untuk mencari atau menggali lebih dalam masalah yang dialami
klien, Antai-Otong dalam suryani, (2005) supaya masalah tersebut bias diatasi.
Teknik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail
tentang masalah yang dialami klien.
13.
Membagi
Persepsi (Sharing perception)
Stuart
G.W. dalam Suryani, (2005), menyatakan membagi persepsi (sharing perception)
adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan atau pikirkan.
Teknik ini digunakan ketika perawat merasakan atau melihat ada perbedaan antara
respons verbal atau respons nonverbal dari klien.
14. Identifikasi tema
Perawat
harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus mampu menangkap
tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya untuk meningkatkan pengertian
dan menggali masalah penting. (Stuart dan Sundeen, dalam Suryani, 2005).teknik
ini sangat bermanfaat pada tahap awal kerja untuk memfokuskan pembicaraan pada
awal masalah yang benar-benar dirasakan klien.
15. Menganjurkan untuk Melanjutkan Pembicaraan
Teknik
ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang
mengidentifikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang dibicarakan dan
tertarik dengan apa yang dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha untuk
menaksirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan.
16. Humor
Sullivan
dan Deane dalam Suryani,( 2005), melaporkan bahwa humor merangsang produksi
catecholamine dan hormone yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan
toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi
pernafasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau
menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.
17. Memberikan Pujian
Memberikan
pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang didapatkan
klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement berguna untuk
meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien Gerald, D dalam Suryani,
(2005). Reinforcement bias diungkapkan dengan kata-kata ataupun melalui inyarat
nonverbal.
18. Menawarkan Diri
Bukan
tidak mungkin bahwa klien belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan
orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Perawat
menyediakan diri tanpa renpons bersyarat atau respons yang diharapkan.
19. Memberikan Penghargaan
Memberi
salam pada klien dan keluarga dengan menyebut namanya, menunjukan kesadaran
tentang perubahan yang terjadi, untuk menghargai klien dan keluarga sebagai
manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri
sebagai individu. (Ernawati, 2009)
20. Asertif
Asertif
adalah kemampuan dengan cara meyakinkan dan nyaman untuk mengekspresikan
pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai orang lain. (Ernawati, 2009)
2.1.6
Sikap
Perawat dalam Komunikasi Terapeutik
Elsa
Roselina, 2009 mengidentifikasikan lima sikap atau cara untuk dapat
menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi terapeutik:
1. Berhadapan
Posisi
ini memiliki arti bahwa saya siap untuk anda
2. Mempertahankan
kontak mata
Kontak
mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan
untuk tetap berkomunikasi
3. Membungkuk
kearah klien
Pada
posisi ini menunjukkan keinginan untuk menyatakan atau mendengarkan sesuatu
4. Memperlihatkan
sikap terbuka
Dalam
posisi ini diharapkan tidak melipat kaki atau tangan untuk menyatakan atau
mendengarkan sesuatu
5. Tetap
rileks
Tetap
dapat mengendalikan keseimbangan, antara ketegangan dan relaksasi dalam
memberikan respons kepada pasien, meskipun dalam situasi yang kurang
menyenangkan.
2.1.7
Memberikan
Umpan Balik
Ada
beberapa tahapan yang perlu diperhatikan oleh seorang perawat dalam melakukan
umpan balik sebagai berikut:
1. Pelajari
hasil kerjanya dengan teliti. Beri tanda pada hal-hal yang perlu diperbaiki
2. Ketika
menyampaikan umpan balik perhatikan contoh-contoh dari kesalahan yang telah
dibuat
3. Kembangkan
argument mengenai dampak negative yang biasa muncul dari kesalahan yang dibuat
4. Pastikan
penerima umpan balik menyadari kekeliruan, kekurangan, atau kesalahan
5. Gali
lebih dalam lagi mengenai hambatan yang ditemui
6. Dorong
penerima umpan balik untuk menemukan jalan keluar dan langkah-langkah untuk
memperbaiki tugasnya atau cara kerjanya
7. Buat
kesepakatan mengenai perbaikan yang akan dilakukan.
2.1.8
Sikap
Perawat dalam Memberikan Umpan Balik
1. Jangan
bersikap seperti hakim yang mengadili
2. Mulai
dengan hal-hal yang positif
3. Jangan
mengungkapkan kebaikan dan kelemahan secara bersamaan
4. Sampaikan
fakta, tunjukkan dimana letak kesalahan, kekeliruan, atau kekurangan
5. Berikan
pujian dengan tulus
6. Jangan
memanipulasi fakta
7. Jangan
memberikan komentar, tetapi langsung berikan saran.
2.1.9
Isi
Pesan
Pesan
adalah segala sesuatu yang akan disampaikan. Pesan dapat berupa ide, pendapat,
pikiran dan saran. Pesan adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh
komunikator. Pesan ini mempunyai inti pesan yang sebenarnya menjadi pengarah di
dalam suatu usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan, (Ernawati
Dalami, 2009). Menurut Arita Murwani, isi pesan harus dirasa penting dan
berguna bagi sasaran. Bila seorang pasien diberi nasihat atau informasi berupa
pesan-pesan yang kurang bermanfaat dan tidak jelas, maka pasien akan enggan
melakukannya. Pesan dapat disampaikan dengan cara langsung atau lisan, tatap
muka, dan dapat pula melalui media atau saluran. Pesan yang disampaikan
memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:
a. Pesan
harus direncanakan dengan baik sesuai kebutuhan
b. Penyampaian
pesan dengan menggunakan bahasa yang baik dan mudah dimengerti oleh kedua belah
pihak
c. Pesan
harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima serta menimbulkan kepuasan,
( Mundakir 2006).
2.1.10
Askep Cairan Dan Elektrolit
2.1.10.1
Definisi.
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena
metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap
stressor fisiologis dan lingkungan. Cairan dan elektrolit saling berhubungan,
ketidakseimbangan yang berdiri sendiri jarang trjadi dalam bentuk berlebihan
atau kekurangan. Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka
menjaga kondisi tubuhtetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam
tubuh adalah merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis.
Keseimbangan cairan dan
elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan
tubuh adalah larutan yang terdiri dari air ( pelarut) dan zat tertentu (zat
terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel
bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan
elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena
(IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan
elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total
dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan
elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya; jika salah satu
terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.
2.1.10.2
Fisiologi Cairan Dan Elektrolit.
Cairan dan substansi yang ada di dalamnya berpindah dari cairan
interstitial masuk kedalam sel. Pembuluh darah kapiler dan membrane sel yang
merupakan membran semipermiabel mampu memfilter tidak semua substansi dan
komponen dalam cairan tubuh ikut berpindah. Metode perpindahan dari cairan dan
elektrolit tubuh dengan beberapa cara yaitu:
1.
Difusi.
Merupakan
proses di mana partikel yang terdapat di dalam cairan bergerak dari konsentrasi
tinggi ke konsentrasi rendah sampai terjadi keseimbangan. Cairan dan elektrolit
di difusikan menembus membrane sel. Klecepatan difusi di pengaruhi oleh ukuran
molekul, konsentarsi larutan dan temperature.
2.
Osmosis.
Merupakan
bergeraknya pelarut bersih seperti air, melaui membran semipermiabel dan
larutan yang berkosentrasi lebih rendah ke kosentrsi yang lebih tinggi yang
sifat nya menarik.
3.
Transport aktif.
Partikel
bergerak dari konsentrasi rendah ke lebih tinggi karena adanya daya aktif dari
tubuh seperti pompa jantung.
2.1.10.3
Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit
No.
|
Umur / BB (Kg)
|
Kebutuhan cairan (mL/24 jam)
|
1
|
3 hari/ 3 kg
|
250-300
|
2
|
1 tahun/ 9,5 kg
|
1150-1300
|
3
|
2 tahun/ 11,8 kg
|
1350-1500
|
4
|
6 tahun/ 20 kg
|
1800-2000
|
5
|
10 tahun/ 28,7 kg
|
2000-2500
|
6
|
14 tahun/ 45 kg
|
2200-2700
|
7
|
18 tahun/ 54 kg
|
2200-2700
|
1.
Volume cairan tubuh.
Total jumlah
volume cairan tubuh (total body water-TBW) kira-kira 60% dari berat badan pria
dan 50% dari berat badan wanita. Jumlah volume ini tergantung pada kandungan
lemak badan dan usia. Lemak jaringan sangat sedikit menyimpan cairan di mana
lemak pada wanita lebih banyak dari pria sehingga jumlah volume cairan lebih
rendah dari pria. Usia juga berpengaruh terhadap TBW di mana makin tua usia
makin sedikit kandungan airnya. Contoh: bayi baru lahir TBW nya 70-80% dari BB,
usia 1 tahun 60% dari BB, usia puberitas sampai dengan 39 tahun untuk pria 60%
dari BB dan wanita 52% dari BB, usia 40-60 tahun untuk pria 55% dari BB dan
wanita 47% dari BB, sedangkan pada usia di atas 60 tahun untuk pria 52% dari BB
dan wanita 46% dari BB.
2.1.10.4
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan
Dan Elektrolit.
1. Umur.
Kebutuhan
intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan berpengaruh
pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant dan anak-anak
lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dibanding usia dewasa. Pada
usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan di karenakan gangguan
fungsi ginjal ataw jantung.
2.
Iklim.
Orang yang
tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya rendah
memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat.
Sedangkan seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan
cairan sampai dengan 5 L per hari.
3. Diet.
Diet seseorag
berpengaruh terhadap intake cairan dan elktrolit. Ketika intake nutrisi tidak
adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga akan serum albumin
dan cadangan protein akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan dalam
proses keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan edema.
4. Stress.
Stress dapat
meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan glykogen otot.
Mrekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air sehingga bila
berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah.
5.
Kondisi sakit.
Kondisi sakit
sangat b3erpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit
misalnya:
a.
Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.
b.
Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.
c.
Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami ganguan pemenuhan
intake cairan karena kehilangan kemapuan untuk memenuhinya secara mandiri.
6.
Tindakan medis.
Banyak tindakan
medis akan berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh seperti:
suction, NGT dan lain-lain.
7. Pengobatan.
Pengobatan
seperti pemberian dueretik, laksative dapat berpengaruh pada kondisi cairan dan
elektrolit tubuh.
8. Pembedahan.
pasien dengan
tindakan pembedahan memiliki resiko tinggimengalami gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit tubuh karena kehilangan darah selama pembedahan.
2.1.10.5 Masalah-Masalah Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit.
1.
Hipovolemik.
Adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan ekstra seluler (CES)
dan dapat terjadi karena kehilangan melalui kulit, ginjal, gastrointestinal,
pendarahan sehingga menimbulkan syok hipovolemik. Mekanisme nya adalah
peningkatan rangsangan saraf simpatis (peningkatan frekuensi jantung, kontraksi
jantung dan tekanan vaskuler), rasa haus, pelepasan hormone ADH dan adosteron.
Gejala: pusing, lemah, letih, anoreksia, mual muntah, rasa haus, gangguan
mental, konstipasi dan oliguri, penurunan TD, HR meningkat, suhu meningkat,
turgor kulit menurun, lidah terasa kering dan kasar, mukosa mulut kering.
Tanda-tanda penurunan berat badan dengan akut, mata cekung, pengosongan
vena jugularis. Pada bayi dan anak adanya penurunan jumlah air mata.
2.
Hipervolemik
Adalah penambahan/kelebihan volume CES dapat terjadi pada saat:
a.
Stimulasi kronis ginjal untuk menahan natrium dan air.
b.
Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunan ekskresi natrium dan air.
c.
Kelebihan pemberian cairan.
d.
Perpindahan cairan interstisial ke plasma.
e.
Gejala: sesak napas, peningkatan dan penurunan TD, nadi kuat, asites,
adema, adanya ronchi, kulit lembab, distensi vena leher, dan irama gallop.
2.2 Asuhan
Keperawatan pada Pasien Kekurangan Ciaran dan
Elektrolit
a.
Pengkajian
1.
Riwayat keperawatan
a)
Pemasukan dan pengeluaran cairan dan makanan (oral,
parenteral)
b)
Tanda umum masalah elektrolit
c)
Tanda kekurangan dan kelebihan cairan
d)
Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostatis cairan
dan elektrolit
e)
Pengobatan tertentu yang sedang dijalani dapat mengganggu
status cairan
f)
Status perkembangan seperti usia atau situasi sosial.
g)
Faktor psikologis seperti perilaku emosional yang mengganggu
pengoba
2.
Pengukuran klinik
a)
Berat badan
Kehilangan atau bertambahnya berat badan menunjukkna adanya
masalah keseimbangan cairan:
·
2% :
ringan
·
5% :
sedang
·
10% :
berat
Pengukuran
berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang sama.
b)
Keadaan umum
·
Pengukuran tanda vital seperti temperatur, tekanan darah,
nadi, dan pernapasan
·
Tingkat kesadaran
c)
Pengukuran pemasukan cairan
·
Cairan oral: NGT dan oral
·
Cairan parenteral termasuk obat-obatan IV.
·
Makanan yang cenderung mengandung air
·
Irigasi kateter atau NGT
d)
Pengukuran pengeluaran cairan
·
Urin: volume, kejernihan atau kepekatan
·
Feses: jumlah dan konsentrasi
·
Muntah
·
Tube drainase
·
IWL
e)
Ukur keseimbangan cairan dengan akurat: normalnya sekitar
cc
3.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kebutuhan cairan dan elektrolit
difokuskan pada:
a)
Integumen: keadaan turgor kulit, edema, kelelahan, kelemahan
otot, tetani dan sensasi rasa.
b)
Kardiovaskular: distensi vena jugularis, tekanan darah,
hemoglobin dan bunyi jantung.
c)
Mata: cekung, air mata kering
d)
Neurologi: refleksi, gangguan motorik dan sensorik, tingkat
kesadaran.
e)
Gastrointestinal: keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah,
muntah-mutah, dan bising usus.
4.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan elektorlit, darah lengkap, pH, berat jenis urin
dan analisis gas darah.
b.
Diagnosa keperawatan dan intervensi
1. Akctual/risiko deficit volume cairan
Definisi:
kondisi di mana pasien mengalami risiko kekurangan cairan pada ekstraseluler
dan vascular.
Kemungkinan
berhubungan dengan:
a) Kehilangan cairan secara berlebihan
b) Berkeringan secara berlebihan
c) Menurunnya intake oral
d) Penggunaan diuretik
e) Pendarahan
Kemungkinan data yang ditemukan:
a) Hipotensi
b) Takikardia
c) Pucat
d) Kelemahan
e) Konsentrasi urin pekat
Kondisi klinis kemungkinan terjadi
pada:
a) Penyakit Addison
b) Koma
c) Ketoasidosis pada diabetic
d) Anoreksia nervosa
e) Pendarahan gastrointestinal
f) Muntah, diare
g) Intake cairan tidak adekuat
h) AIDS
i)
Pendarahan
j)
Ulcer kolon
Tujuan yang diharapkan
a) Mempertahankan keseimbangan cairan
b) Menunjukan adanyan keseimbangan
cairan seperti output urin adekuat, tekanan darah stabil, membrane mukosa mulut
lembap, turgor kulit baik.
c) Secara verbal pasien mengatakan
penyebab kekurangan cairan dapat teratasi.
2. Volume cairan tubuh berlebihan
Definisi:
kondisi dimana terjadi peningkatan retensi dan edema
Kemungkinan
berhubungan dengan:
a) Retensi garam dan air
b) Efek dari pengobatan
c) Malnutrisi
Kemungkinan data yang ditemukan:
a) Orthopnea
b) Oliguria
c) Distensi vena jugularis
d) Hipertensi
e) Distress pernapasan
f) Edema anasarka
g) Edema paru
Kondisi klinis kemungkinan terjadi
pada:
a) Obesitas
b) Hipotiroidisme
c) Pengobatan dengan kortikostiroid
d) Imobilisasi yang lama
e) Cushings syndrome
f) Gagal ginjal
g) Sirosis hepatitis
h) Kanker
i)
toksemia
a) Obesitas
b) Hipotiroidisme
c) Pengobatan dengan kortikostiroid
d) Imobilisasi yang lama
e) Cushings syndrome
f) Gagal ginjal
g) Sirosis hepatitis
h) Kanker
i)
toksemia
Tujuan yang diharapkan
a) mempertahankan keseimbangan intake
dan output cairan
b) menurunkan kelebihan cairan
2.3
Prinsip dan Teknik Komunikasi pada Pasien
Kekurangan Cairan dan Elektrolit
1) Pengkajian (Purwanto,
Heri, 1994)
·
Klien mampu menerima informasi dengan baik.
·
klien mampu berkomunikasi secara verbal.
·
Klien terlihat lemah.
·
klien mengalami kekurangan cairan dan elektrolit.
·
Klien selalu merasa haus.
·
Keadaan fisik klien, turgor kulit klien jelek, mukosa bibir
kering dan mata cekung
2) Diagnosa keperawatan
(Potter & Perry, 1999)
·
Analisa tertulis dari penemuan pengkajian.
·
Sesi perencanaan tim kesehatan.
·
Diskusi dengan klien dan keluarga untuk menentukan
metoda implementasi.
·
Membuat rujukan.
3) Rencana tujuan
(Purwanto, Heri,1994)
·
Rencana asuhan tertulis (Potter & Perry, 1999).
·
Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
·
Membantu pasien agar dapat menerima pengalaman yang
pernah dirasakan.
·
Meningkatkan harga diri pasien.
·
Memberikan support karena adanya perubahan lingkungan.
·
Perawat dan pasien sepakat untuk berkomunikasi secara
lebih terbuka.
4) Implementasi (Purwanto, Heri, 1994)
·
Memperkenalkan diri kepada pasien.
·
Memulai interaksi dangan pasien.
·
Membantu pasien untuk dapat menggambarkan pengalaman
pribadinya.
·
Menganjurkan kepada pasien untuk dapat mengungkapkan
perasaan kebutuhannya.
·
Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri
pasien.
5) Evaluasi (Purwanto,
Heri, 1994)
·
Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji
dan memenuhi kebutuhan sendiri.
·
Komunikasi menjadi lebih jelas, lebih terbuka dan
berfokus pada masalah.
·
Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi
tingkat kecemasan.
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Roleplay
Komunikasi Terapeutik
Pasien
dengan Pemenuhan kebutuhan cairan, elektrolit
Nama-nama
pemeran:
1.
Reka Aprilia Dianti : Perawat Junior
2.
Harian Gusti : Perawat senior
3.
Octa Dian Sari : Keluarga pasien (Adik)
4.
Dempo Peringgono : Pasien
Setting 1
Di ruang
keperawatan terdapat sebuah meja dan dua buah kursi dengan tumpukan buku di
atas meja. Diruang tersebut terdapat seorang perawat Yuli berusia 45 tahun
sedang menulis dibuku catatan keperawatan, kemudian seorang perawat praktek
dengan name take yang berwarna merah datang dengan wajah lugunya sesaat
keduanya bercakap-cakap.
Perawat Reka
: Assalamu’alaikum.... (Tersenyum kearah perawat senior)
Perawat Harian
: Wa’alaikumsalam. (Dengan suara ketus) Dek, kamu lagi ada tugas?
Perawat Reka
: Kebetulan tidak ada mbak.
Perawat Harian
: Kalau begitu sekarang kamu masuk ke ruang melati, disana ada pasien yang
harus diberi obat karena jadwalnya dia di beri infus.
Perawat Reka
: Iya mbak. (Sambil ngangguk)
Perawat Harian
: Bisa dek? (Ketus) Sekalian belajar (Mengangkat alis)
Perawat Reka
: Iya mbak. (Mengangguk)
Perawat Harian
: Kamu tahu, dimana mengambil peralatan?
Perawat Reka
: Iya mbak saya tahu.
Perawat Harian
: Kamu lihat dulu status pasien di ruang keperawatan.(Jari telunjuk
menunjukkan disebuah
lemari) Dan ingat jangan sampai keliru, paham
kamu!
Perawat Reka
: Paham mbak.
Perawat
Harian : Berani dek.
Perawat Reka
: Iya mbak.
Perawat Harian
: Ya, sudah cepat sekarang!
Perawat Reka
: Ya, mbak permisi.
Perawat Harian
: Iya.
Dengan wajah
mengkerut perawat junior pergi meninggalkan perawat seniornya dan mulai
mempersiapkan peralatan, kemudian menuju ruang melati.
Setting 2.
1. Pra interaksi
Pasien
bernama Tn D umur 18 tahun, pekerjaan sebagai pelajar masuk rumah sakit Dr. M.
Yunus pada tanggal 26 Maret 2014, jam 10.00 WIB dirawat diruang melati dengan
diagnosa medis gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit, dengan keluhan lemah, haus. Pada saat
dilakukan pengkajian pada tanggal 26 Maret 2014, jam 11.00 WIB didapatkan mukosa mulut kering, turgor kulit
menurun, kesadaran Compos Mentis, kulit dingin dan lembab, mata
cekung. Dirawat
oleh seorang mahasiswi Akademik Keperawatan Provinsi Bengkulu bernama Reka
Aprilia Dianti.
2. Fase orientasi
Diruangan
melati terdapat sederet tempat tidur dengan salah satunya berbaring pasien yang
bernama Dempo Peringgono dengan diagnosa kekurangan kebutuhan cairan dan
elektrolit. Terlihat Adiknya Octa Dian Sari sedang menemani kakaknya yang terbaring
ditempat tidur.
Perawat Reka : Selamat pagi dek! (Tersenyum kearah adik
Octa)
Adik Octa :
Selamat pagi, mbak! (Tersenyum kearah perawat)
Adik Octa : Selamat pagi, mbak! (Tersenyum kearah perawat)
Perawat Reka : perkenalkan, nama saya perawat Reka
Aprilia Dianti dari Akper Poltekkes Provinsi Bengkulu yang bertugas diruangan
ini. Apa benar ini dengan Adik Dempo?
Pasien Dempo : iya benar sus..
Adik Octa : iya suster ini kakak saya Dempo.
Perawat Reka
: Bagaimana kabar adik hari ini?
Pasien Dempo : iya beginilah sus.
Perawat Reka
: Begini dik agar kulit dan bibir
adik tidak jelek lagi, maka kita perlu melakukan tindakan pemasangan infus dan
ini juga akan membantu kesembuhan adik, bagaimana dik apa adik setuju.
Pasien Dempo : iya sus.
Adek Octa : ooh pemasangan infus
iya sus, sakit nggak rasanya sus?
Perawat Reka
: memang sakit rasanya, tapi
tindakan ini harus dilakukan agar kakak mu cepat sembuh.
Adek Octa :
Iya mbak, silahkan.
Perawat Reka : baiklah dik Dempo, sebelum pemasangan
infus, saya akan melakukan pemeriksaan TTV terlebih dahulu yaitu, tekanan
darah, nadi, pernafasan dan suhu adik.
Pasien : iya sus.
Perawat Reka : sebentar ya dik, saya mempersiapkan
alatnya terlebih dahulu. Permisi iya dik.
Pasien Dempo : iya sus.
Perawat
keluar ruangan untuk mempersiapkan peralatan
3. Fase kerja
Perawat masuk
membawa peralatan. Kemudian perawat melakukan tindakan pemeriksaan TTV. Perawat
cuci tangan dan pasang sarung tangan.
Perawat Reka : baiklah dek, sebelum melakukan
tindakan apa ada yang adik ingin lakukan.
Pasien Dempo : tidak ada sus.
Perawat
mengambil kapas.
Perawat Reka : baiklah, apakah adik bisa mengelap
ketiaknya sendiri.
Pasien Dempo : iya sus, bisa
Perawat Reka : baiklah dik, saya akan pasang
termometernya ke ketiak adik, tolong angkat tangannya. (selesai) tolong silangkan tangannya dan tahan.
Perawat Reka : baiklah, sekarang mengukur tekanan
darah, setelah itu nadi dan pernapasan.
Perawat
melakukan tindakan mengukur tekanan darah, nadi dan pernapasan pasien.
Setelah
selesai.
Perawat Reka : baiklah saya akan ambil termometernya
diketiak adik.
Setelah
melakukan pemeriksaan fisik, kemudian perawat
Reka melakukan tindakan pemasangan infus.
Perawat Reka : baiklah sekarang kita akan melakukan
pemasangan infusnya, tangan mana dik yang akan dipasang infusnya.
Pasien Dempo : tangan sebelah kiri saja sus.
Perawat Reka : oh iya, sebentar saya ambil kapasnya.
Perawat
memasang perlak dibawah tangan Pasien,
Perawat : maaf dek kita pasang perlak dibawah
tangan yang akan dipasang infus.
Lalu Perawat
melakukan desinfeksi menggunakan kapas alkohol secara melingkar dari dalam
keluar didaerah vena radialis. Perawat melakukan penusukan dengan sudut 15
.
Perawat Reka : tolong tahan iya dik, ini akan terasa
sakit
Setelah
selesai perawat kemudian menyambungkan dengan set infus dan digantung. Lalu
perawat mengatur tetes infus sesuai kebutuhan pasien.
4. Fase Terminasi
Perawat Reka
sudah melakukan tindakan pemerikasaan TTV dan pemasangan infus kepada pasien.
Perawat lepas sarung tangan dan cuci tangan.
Perawat Reka : Baiklah dik saya sudah melakukan
pemasangan infus dan pemeriksaan TTV di dapatkan TD : 100/60 mmHg, N: 140
x/menit, P: 24 x/menit, dan T: 37
c. Baiklah dik terimakasih atas waktu yang adik
berikan kepada saya serta kerja samanya, apabila nanti ada keluhan dan
memerlukan bantuan anggota keluarga bisa panggil saya diruang perawat, saya
permisi dulu ya dik.
Passien
Dempo : iya sus
Adik Octa : terima kasih iya sus, atas
bantuannya.
Perawat Reka : iya sama-sama.
Perawat
membereskan alat dan mendokumentasikan tindakan.
BAB
IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan.
Komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi.
Seorang penolong atau perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang
dihadapinya melalui komunikasi, (Suryani 2005). Komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang dilakukan seorang perawat dengan teknik-teknik tertentu yang
mempunyai efek penyembuhan.Peranan komunikasi dalam pembangunan dan dalam proses keperawatan sangatlah
penting. Komunikasi yang digunakan dalam proses keperawatan adalah komunikasi
terapeutik. Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara
perawat klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien yang mempengaruhi
perilaku pasien. Hubungan perawat klien yang terapeutik adalah pengalaman
belajar bersama dan pengalaman dengan menggunakan berbagai tekhnik komunikasi
agar perilaku klien berubah ke arah positif seoptimal mungkin. Untuk
melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif perawat harus mempunyai
keterampilan yang cukup dan memahami tentang dirinya.
4.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat
memahami bahwa pentingnya komunikasi dalam kehidupan kita sehari – hari
terutama dalam proses pembangunan dan dalam proses keperawatan dan diharapkan
juga bagi pembaca agar dapat menggunakan bahasa yang sesuai dalam pergaulan
sehari – hari, khususnya bagi pembaca yang berprofesi sebagai seorang perawat
atau tenaga medis lainnya agar dapat berkomunikasi yang baik dengan pasien guna
untuk menjalin kersama dengan pasien dalam melakukan proses keperawatan yang
bertujuan untuk kesehatan pasien serta berkomunikasi dengan baik terhadap rekan
kerja dan siapapun yang terdapat di tempat kita bekerja.
DAFTAR
PUSTAKA.
Handayani, W. 2012. “Prinsip Dasar
Komunikasi Terapeutik”.
tanggal 28 April 2014. Jam 12.01
WIB)
Ekawijaya Dony. 2014. Makalah Gangguan Kekurangan cairan
dan elektrolit.
http://bacainfomu.blogspot.com/2014/02/makalah-gangguan-kekurangan-cairan-dan.html. diakses tanggal 29 April 2014. Jam
12.39 WIB.
Tarwoto
dan Wartonah. 2011. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperaawatan Edisi 4.
Jakarta: Salemba Medika
Perawat Muda from
MCB. 2011. “Prinsip dan Teknik Komunikasi dalam Asuhan Keperawatan”.
http://woalexcont.blogspot.com/2011/07/prinsip-dan-teknik-komunikasi-dalam.html.
(diakses
tanggal 7 Mei 2011, jam 12.32 WIB)
Jangan ketus ketus amat buat dilog roleplay nya kak ������
BalasHapus