Rabu, 10 Desember 2014

Roleplay Komunikasi Terapeutik Pada Klien Gangguan Cairan dan elektrolit



MAKALAH KOMUNIKASI KEPERAWATAN

TEKNIK DAN PRINSIP KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN KEKURANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT.







OLEH :
KELOMPOK : 3
1.    DEMPO PERINGGONO
2.    HARIAN GUSTI
3.    OCTA DIAN SARI
4.    REKA APRILIA
KELAS: 1B KEPERAWATAN



POLTEKKES PROVINSI BENGKULU
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2014/2015

KATA PENGANTAR

     Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt Tuhan seluruh alam, atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Komunikasi Keperawatan” yang berjudul “Komunikasi Terapeutik pada Pasien Kekurangan Cairan dan Elektrolit”.  Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
     Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan  ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih.



                                                                             Bengkulu,  April 2014


                                                                             Penyusun
    







ii
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL…………………………………………………….………………………………..i
KATA PENGANTAR………………………………………………….………………………………...ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………..iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….…………………………..1
1.1          Latar Belakang………………………………………………….………………………..1
1.2          Tujuan …………………………………………………………..………………………..2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………….………………………...3
2.1         Komunikasi Terapeutik.……………………………………….…………………………3
2.2         Asuhan Keperawatan pada Pasien Kekurangan Cairan dan Elektrolit…………….……15
2.3         Prinsip dan Teknik Komunikasi Terapeutik dalam Proses Keperawatan……………….18
BAB III TINJAUAN KASUS………………………….………………………………………….…….20
3.1          Roleplay Komunikasi Terapeutik…………………………………………….…...…….20
BAB IV PENUTUP……………………………………………………………………………………...24
4.1         Kesimpulan……………………………………………………………………………...24
4.2         Saran…………………………………………………………………………………….24
DAFTAR PUSTAKA






iii
 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang

Kebutuhan cairan dan elektrolit merupakan kebutuhan yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Kekurangan cairan dan elektrolit yang sering terjadi, banyak disebabkan oleh intake yang tidak adekuat, output berlebih atau diare. Klien dengan kekurangan cairan dan elektrolit akan berdampak pada keadaan fisik yang lemah, turgor kulit kering, membran mukosa yang pucat, serta konjungtiva yang anemis (tidak berwarna merah muda). Cairan dan elektrolit merupakan kebutuhan yang sangat penting, sehingga apabila terjadi kekurangan cairan dan elektrolit, akan mengalami penurunan status kesehatan.

Cairan dan elektrolit sangat penting untuk mempertahankan keseimbangan atau homeostasis tubuh. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh, sebab cairan tubuh kita terdiri atas air yang mengandung partikel-partikel bahan organik dan anorganik yang vital untuk hidup. Elektrolit tubuh mengandung komponen-komponen kimiawi. Elektrolit tubuh ada yang bermuatan positif (kation) dan bermuatan negative (anion). Elektrolit sangat penting pada banyak fungsi tubuh, termasuk fungsi neuromuskular dan keseimbangan asam-basa. Pada fungsi neuromuskular, elektrolit memegang peranan penting terkait deng
an transmisi impuls saraf (Rizcky, 2012).

Peran perawat untuk mengurangi dan mencegah komplikasi yang terjadi maka perawat mampu melaksanakan asuhan keperawatan dengan masalah dehidrasi. Maka di butuhkan pelayanan suhan keperawatan dengan memberikan pelayanan asuhan keperawatan dengan memberi pendidikan kesehatan, menjaga kebersihan lingkungan, membiasakan hidup bersih, memberi obat sesuai indikasi menjelaskan dan mengembalikan keadaan dehidrasi dalam keadaan normal yang perlu diketahui oleh penderita diare (Hidayat, 2005).

Sebagai tenaga kesehatan yang paling lama dan sering berinetaksi dengan asien atau klien, perawat diharapkan dapat menjadi “obat” secara psikologis.Kehadiran dan interaksi yang dilakukan perawat hendaknya membawa kenyamanan dan kehidupan bagi klien. Hubungan perawat dengan klien yang terapeutik adalah pengalaman perbaikan emosi klien. Dalam hal ini perawat memakai dirinya secara terapeutik dengan menggunakan berbagai teknik komunikasi agar perilaku klien berubah kearah yang positif seoptimal mungkin. Agar perawat dapat berperan efektif dan terpeutik, ia harus menganalisa dirinya: kesadaran diri, klarifikasi nillai, perasaan mapu menjadi model yang bertanggungjawab. Seluruh perilaku dan pesan yang disampaikan perawat (verbal non verbal) hendaknya bertujuan therapeutik untuk klien.

Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkahlaku manusia, sehingga komunikasi dikembangkan dan dipelihara secara terus menerus. Komunikasi bertujuan untuk memudahkan, melancarkan, melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu dalam rangka mencapai tujuan optimal, baik komunikasi dalam lingkup pekerjaan maupun hubungan antar manusia.



1.2         Tujuan

1.      Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mengetahui dan melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan Kekurangan cairan dan elektrolit.

2.      Tujuan Khusus

a.    Mahasiswa mampu memahami konsep dasar tentang Kekurangan cairan dan elektrolit.

b.    Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada klien dengan Kekurangan cairan dan elektrolit.

c.    Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan Kekurangan cairan dan elektrolit.

d.   Mahasiswa mampu menetukan intervensi keperawatan pada klien dengan Kekurangan cairan dan elektrolit..

e.    Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada klien dengan Kekurangan cairan dan elektrolit.

f.     Mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan Kekurangan cairan dan elektrolit.

g.    Mahasiswa mampu memahami Prinsip dan Teknik Komunikasi  Terapeutik dalam Proses Keperawatan

















BAB II

TINJAUAN PUSTAKA



2.1    Komunikasi Terapeutik

2.1.1        Pengertian

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi. Seorang penolong atau perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi, (Suryani 2005). Menurut Purwanto yang dikutip oleh (Mundakir 2006), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien, (Siti Fatmawati 2010).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien, Indrawati, dalam Siti Fatmawati, (2010).

Menurut (Stuart 1998) komunikasi terapeutik adalah merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hal ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien. Menurut (Potter-Perry 2000), proses dimana perawat menggunakan pendekatan terencana dalam mempelajari klien.

Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan seorang perawat dengan teknik-teknik tertentu yang mempunyai efek penyembuhan. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk membina hubungan saling percaya terhadap pasien dan pemberian informasi yang akurat kepada pasien, sehingga diharapkan dapat berdampak pada perubahan yang lebih baik pada pasien dalam menjalanakan terapi dan membantu pasien dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan.



2.1.2        Tujuan Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi:

Pertama, realisasi diri, penerimaan diri, dan peningkatan penghormatan diri. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yang tadinya tidak biasa menerima apa adanya atau merasa rendah diri, setelah berkomunikasi terapeutik dengan perawat akan mampu menerima dirinya.

Kedua, kemampuan membina hubungan interpersonal dan saling bergantung dengan orang lain. Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya .

Ketiga, peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis. Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya.

Keempat, rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Identitas personal disini termasuk status, peran, dan jenis kelamin. Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas. Dalam hal ini perawat berusaha menggali semua aspek kehidupan klien di masa sekarang dan masa lalu. Kemudian perawat membantu meningkatkan integritas diri klien melalui komunikasinya dengan klien, (Suryani 2005).



2.1.3        Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik

Menurut (Suryani 2000), ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun dan mempertahankan hubungan yang terapeutik:

Pertama, hubungan perawat dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan. Hubungan ini didasarkan pada prinsip” humanity of nurse and clients”. Kualitas hubungan perawat-klien ditentukan oleh bagaimana perawat mendefinisikan dirinya sebagai manusia. Hubungan perawat dengan klien tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong dengan kliennya tetapi lebih dari itu, hubungan antar manusia yang bermartabat.

Kedua, perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai karakter yang berbeda-beda, karena itu perawat perlu memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan tiap individu.

Ketiga, semua komuikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien. Keempat, komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternative pemecahan masalah. Hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik.



2.1.4        Komunikasi Terapeutik sebagai Tanggung Jawab Moral Perawat

Perawat disebutkan sebagai tenaga terpenting karena sebagian terbesar pelayanan Rumah Sakit adalah pelayanan keperawatan. Perawat bekerja dan selalu bertemu dengan pasien selama 24 jam penuh dalam satu siklus shift, karena itu perawat menjadi ujung tombak bagi suatu Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Dalam memberikan intervensi keperawatan diperlukan suatu komunikasi terapeutik, dengan demikian diharapkan seorang perawat memiliki kemampuan khusus mencakup ketrampilan intelektual, teknikal dan interpersonal dan penuh kasih sayang dalam melakukan komunikasi dengan pasien. Perawat harus memiliki tanggung jawab moral tinggi yang didasari atas sikap peduli dan penuh kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain untuk kesembuhan pasien. Menurut Addalati, dalam Abdul Nasir (2009) menambahkan bahwa seorang beragama, perawat tidak dapat bersikap tidak peduli terhadap orang lain dan adalah seorang pendosa apabila perawat mementingkan dirinya sendiri.



2.1.5        Teknik Komunikasi Terapeutik

Teknik komunikasi terapeutik dengan menggunakan referensi dari Stuart dan Sundeen, dalam Ernawati (2009) yaitu:

1.        Mendengarkan (lestening)

Mendengar ( listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi terapeutik ( Keliat 1992). Mendengarkan adalah proses aktif dan penerimaan informasi serta penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima , Hubson, S dalam Suryani, (2005). Untuk member kesempatan lebih banyak pada klien untuk berbicara, maka perawat harus menjadi pendengar yang aktif. Selama mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang dibicarakan klien dengan penuh perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak memotong pembicaraan klien. Tunjukkan perhatian bahwa perawat mempunyai waktu untuk mendengarkan.

Ketrampilan mendengarkan penuh perhatian adalah dengan:

a.    Pandang klien ketika sedang bicara

b.    Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan

c.    Sikap tubuh yang menunjukan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau tangan

d.   Hindarkan gerakan yang tidak perlu

e.    Angkat kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan balik

f.     Condongkan tubuh kearah lawan bicara (pasien).

2.        Bertanya

Bertanya (question) merupakan teknik yang dapat mendorong klien untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Teknik berikut sering digunakan pada tahap orientasi:

a.    Pertanyaan fasilitatif (fasilitatif question)

Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya perawat sensitive terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung berhubungan dengan masalah klien, sedangkan pertanyaan non fasilitatif (non facilitative question) adalah pertanyaan yang tidak efektif karena memberikan pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau pembicaraan, bersifat mengancam, dan tampak kurang pengertian terhadap klien Gerald, D dalam Suryani,(2005).

b.   Pertanyaan terbuka atau tertutup

Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat membutuhkan jawaban yang banyak dari klien. Dengan pertanyaan terbuka, perawat mampu mendorong klien mengekspresikan dirinya Antai-Otong dalam Suryani, (2005). Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika perawat membutuhkan jawaban yang singkat.

3.        Penerimaan

Yaitu mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti persetujuan. Penerimaan berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukan keraguan atau tidak setuju. Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya.

4.        Mengulangi (restating)

Mengulangi (restating) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien maksudnya adalah mengulangi pokok pikiran yang diungkapkan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan member indikasi perawat mengikuti pembicaraan atau memperhatikan klien dan mengharapkan komunikasi berlanjut klien (Keliat, Budi Anna, 1992 ).

5.        Klarifikasi (clarification)

Klasifikasi (clarification) adalah penjelasan kembali ke ide atau pikiran klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya Gerald,d dan Suryani, (2005). Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap atau mengemukakannya berpindah-pindah. Pada saat klarifikasi perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang dikatakan klien, juga tidak boleh menambahkan informasi Gerald, D dalam Suryani, (2005). Fokus utama klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap perasaan klien sangat penting dalam memahami klien.

6.        Refleksi ( reflection )

Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan, dan isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian perawat tentang apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien Antai-Otong dalam Suryani, (2005).

Refleksi menganjurkan klien untuk mengungkapkan dan menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab; bagaimana menurutmu? Dengan demikian perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dank lien mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.

7.        Memfokuskan (focusing)

Memfokuskan (focusing) adalah bertujuan memberikan kesempatan kepada klien untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan Stuart, G.W dalam Suryani, (2005). Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga pembahasan masalah lebih spesifik dan dimengerti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan.

8.        Diam ( silence )

Teknik diam digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk Mengorganisasi pikiran masing-masing Stuart dan Sundeen, dalam Suryani, (2005).

9.        Memberikan Informasi ( informing )

Memberikan informasi tambahan merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien. Teknik ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan klien. Informasi tambahan yang diberikan pada klien harus dapat memberikan pengertian dan pemahaman yang lebih baik tentang masalah yang dihadapi klien serta membantu dalam memberikan alternative pemecahan masalah, (Suryani 2005).

10.    Menyimpulkan (summerizing)

Menyimpulkan adalah teknik komunikasi yang membantu klien mengeksporasi point penting dari interaksi perawat-klien. Teknik ini membantu perawat dank lien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat mengakhiri pertemuan.

11.    Mengubah Cara Pandang (reframing)

Teknik ini digunakan untuk memberikan cara pandang lain sehingga klien tidak melihat sesuatu atau masalah dari aspek negatifnya saja Gerald,D dalam Suryani, (2005 ) sehingga memungkinkan klien untuk membuat perencanaan yang lebih baik dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.

12.    Eksplorasi

Teknik ini bertujuan untuk mencari atau menggali lebih dalam masalah yang dialami klien, Antai-Otong dalam suryani, (2005) supaya masalah tersebut bias diatasi. Teknik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail tentang masalah yang dialami klien.

13.    Membagi Persepsi (Sharing perception)

Stuart G.W. dalam Suryani, (2005), menyatakan membagi persepsi (sharing perception) adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan atau pikirkan. Teknik ini digunakan ketika perawat merasakan atau melihat ada perbedaan antara respons verbal atau respons nonverbal dari klien.

14.  Identifikasi tema

Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus mampu menangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya untuk meningkatkan pengertian dan menggali masalah penting. (Stuart dan Sundeen, dalam Suryani, 2005).teknik ini sangat bermanfaat pada tahap awal kerja untuk memfokuskan pembicaraan pada awal masalah yang benar-benar dirasakan klien.

15.  Menganjurkan untuk Melanjutkan Pembicaraan

Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang mengidentifikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha untuk menaksirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan.

16.  Humor

Sullivan dan Deane dalam Suryani,( 2005), melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamine dan hormone yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernafasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.

17.  Memberikan Pujian

Memberikan pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement berguna untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien Gerald, D dalam Suryani, (2005). Reinforcement bias diungkapkan dengan kata-kata ataupun melalui inyarat nonverbal.

18.  Menawarkan Diri

Bukan tidak mungkin bahwa klien belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Perawat menyediakan diri tanpa renpons bersyarat atau respons yang diharapkan.



19.  Memberikan Penghargaan

Memberi salam pada klien dan keluarga dengan menyebut namanya, menunjukan kesadaran tentang perubahan yang terjadi, untuk menghargai klien dan keluarga sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu. (Ernawati, 2009)

20.  Asertif

Asertif adalah kemampuan dengan cara meyakinkan dan nyaman untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai orang lain. (Ernawati, 2009)



2.1.6        Sikap Perawat dalam Komunikasi Terapeutik

Elsa Roselina, 2009 mengidentifikasikan lima sikap atau cara untuk dapat menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi terapeutik:

1.    Berhadapan

Posisi ini memiliki arti bahwa saya siap untuk anda

2.    Mempertahankan kontak mata

Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi

3.    Membungkuk kearah klien

Pada posisi ini menunjukkan keinginan untuk menyatakan atau mendengarkan sesuatu

4.    Memperlihatkan sikap terbuka

Dalam posisi ini diharapkan tidak melipat kaki atau tangan untuk menyatakan atau mendengarkan sesuatu

5.    Tetap rileks

Tetap dapat mengendalikan keseimbangan, antara ketegangan dan relaksasi dalam memberikan respons kepada pasien, meskipun dalam situasi yang kurang menyenangkan.









2.1.7        Memberikan Umpan Balik

Ada beberapa tahapan yang perlu diperhatikan oleh seorang perawat dalam melakukan umpan balik sebagai berikut:

1.      Pelajari hasil kerjanya dengan teliti. Beri tanda pada hal-hal yang perlu diperbaiki

2.      Ketika menyampaikan umpan balik perhatikan contoh-contoh dari kesalahan yang telah dibuat

3.      Kembangkan argument mengenai dampak negative yang biasa muncul dari kesalahan yang dibuat

4.      Pastikan penerima umpan balik menyadari kekeliruan, kekurangan, atau kesalahan

5.      Gali lebih dalam lagi mengenai hambatan yang ditemui

6.      Dorong penerima umpan balik untuk menemukan jalan keluar dan langkah-langkah untuk memperbaiki tugasnya atau cara kerjanya

7.      Buat kesepakatan mengenai perbaikan yang akan dilakukan.



2.1.8        Sikap Perawat dalam Memberikan Umpan Balik

1.    Jangan bersikap seperti hakim yang mengadili

2.    Mulai dengan hal-hal yang positif

3.    Jangan mengungkapkan kebaikan dan kelemahan secara bersamaan

4.    Sampaikan fakta, tunjukkan dimana letak kesalahan, kekeliruan, atau kekurangan

5.    Berikan pujian dengan tulus

6.    Jangan memanipulasi fakta

7.    Jangan memberikan komentar, tetapi langsung berikan saran.



2.1.9        Isi Pesan

Pesan adalah segala sesuatu yang akan disampaikan. Pesan dapat berupa ide, pendapat, pikiran dan saran. Pesan adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh komunikator. Pesan ini mempunyai inti pesan yang sebenarnya menjadi pengarah di dalam suatu usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan, (Ernawati Dalami, 2009). Menurut Arita Murwani, isi pesan harus dirasa penting dan berguna bagi sasaran. Bila seorang pasien diberi nasihat atau informasi berupa pesan-pesan yang kurang bermanfaat dan tidak jelas, maka pasien akan enggan melakukannya. Pesan dapat disampaikan dengan cara langsung atau lisan, tatap muka, dan dapat pula melalui media atau saluran. Pesan yang disampaikan memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:

a.    Pesan harus direncanakan dengan baik sesuai kebutuhan

b.    Penyampaian pesan dengan menggunakan bahasa yang baik dan mudah dimengerti oleh kedua belah pihak

c.    Pesan harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima serta menimbulkan kepuasan, ( Mundakir 2006).



2.1.10    Askep Cairan Dan Elektrolit

2.1.10.1          Definisi.

Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap stressor fisiologis dan lingkungan. Cairan dan elektrolit saling berhubungan, ketidakseimbangan yang berdiri sendiri jarang trjadi dalam bentuk berlebihan atau kekurangan.  Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuhtetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis. 

Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air ( pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya; jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.



2.1.10.2          Fisiologi Cairan Dan Elektrolit.

Cairan dan substansi yang ada di dalamnya berpindah dari cairan interstitial masuk kedalam sel. Pembuluh darah kapiler dan membrane sel yang merupakan membran semipermiabel mampu memfilter tidak semua substansi dan komponen dalam cairan tubuh ikut berpindah. Metode perpindahan dari cairan dan elektrolit tubuh dengan beberapa cara yaitu:



1.        Difusi.

Merupakan proses di mana partikel yang terdapat di dalam cairan bergerak dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah sampai terjadi keseimbangan. Cairan dan elektrolit di difusikan menembus membrane sel. Klecepatan difusi di pengaruhi oleh ukuran molekul, konsentarsi larutan dan temperature.

2.        Osmosis.

Merupakan bergeraknya pelarut bersih seperti air, melaui membran semipermiabel dan larutan yang berkosentrasi lebih rendah ke kosentrsi yang lebih tinggi yang sifat nya menarik.

3.        Transport aktif.

Partikel bergerak dari konsentrasi rendah ke lebih tinggi karena adanya daya aktif dari tubuh seperti pompa jantung.



2.1.10.3          Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit




No.


Umur / BB (Kg)


Kebutuhan cairan (mL/24 jam)




1


3 hari/ 3 kg


250-300




2


1 tahun/ 9,5 kg


1150-1300




3


2 tahun/ 11,8 kg


1350-1500




4


6 tahun/ 20 kg


1800-2000




5


10 tahun/ 28,7 kg


2000-2500




6


14 tahun/ 45 kg


2200-2700




7


18 tahun/ 54 kg


2200-2700




1.        Volume cairan tubuh.

Total jumlah volume cairan tubuh (total body water-TBW) kira-kira 60% dari berat badan pria dan 50% dari berat badan wanita. Jumlah volume ini tergantung pada kandungan lemak badan dan usia. Lemak jaringan sangat sedikit menyimpan cairan di mana lemak pada wanita lebih banyak dari pria sehingga jumlah volume cairan lebih rendah dari pria. Usia juga berpengaruh terhadap TBW di mana makin tua usia makin sedikit kandungan airnya. Contoh: bayi baru lahir TBW nya 70-80% dari BB, usia 1 tahun 60% dari BB, usia puberitas sampai dengan 39 tahun untuk pria 60% dari BB dan wanita 52% dari BB, usia 40-60 tahun untuk pria 55% dari BB dan wanita 47% dari BB, sedangkan pada usia di atas 60 tahun untuk pria 52% dari BB dan wanita 46% dari BB.



2.1.10.4          Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit.

1.      Umur.

Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan berpengaruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant dan anak-anak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dibanding usia dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan di karenakan gangguan fungsi ginjal ataw jantung.

2.    Iklim.

Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat. Sedangkan seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan cairan sampai dengan 5 L per hari.

3.      Diet.

Diet seseorag berpengaruh terhadap intake cairan dan elktrolit. Ketika intake nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga akan serum albumin dan cadangan protein akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan edema.

4.      Stress.

Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan glykogen otot. Mrekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air sehingga bila berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah.

5.         Kondisi sakit.

Kondisi sakit sangat b3erpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit misalnya:

a.         Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.

b.        Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.

c.         Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami ganguan pemenuhan intake cairan karena kehilangan kemapuan untuk memenuhinya secara mandiri.

6.         Tindakan medis.

Banyak tindakan medis akan berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh seperti: suction, NGT dan lain-lain.

7.      Pengobatan.

Pengobatan seperti pemberian dueretik, laksative dapat berpengaruh pada kondisi cairan dan elektrolit tubuh.

8.      Pembedahan.

pasien dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggimengalami gangguan  keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh karena kehilangan darah selama pembedahan.



2.1.10.5  Masalah-Masalah Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit.

1.      Hipovolemik.

Adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan ekstra seluler (CES) dan dapat terjadi karena kehilangan melalui kulit, ginjal, gastrointestinal, pendarahan sehingga menimbulkan syok hipovolemik. Mekanisme nya adalah peningkatan rangsangan saraf simpatis (peningkatan frekuensi jantung, kontraksi jantung dan tekanan vaskuler), rasa haus, pelepasan hormone ADH dan adosteron. Gejala: pusing, lemah, letih, anoreksia, mual muntah, rasa haus, gangguan mental, konstipasi dan oliguri, penurunan TD, HR meningkat, suhu meningkat, turgor kulit menurun, lidah terasa kering dan kasar, mukosa mulut  kering. Tanda-tanda penurunan berat badan dengan akut, mata  cekung, pengosongan vena jugularis. Pada bayi dan anak adanya penurunan jumlah air mata.

2.         Hipervolemik

Adalah penambahan/kelebihan volume CES dapat terjadi pada saat:

a.         Stimulasi kronis ginjal untuk menahan natrium dan air.

b.        Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunan ekskresi natrium dan air.

c.         Kelebihan pemberian cairan.

d.        Perpindahan cairan interstisial ke plasma.

e.         Gejala: sesak napas, peningkatan dan penurunan TD, nadi kuat, asites, adema, adanya ronchi, kulit lembab, distensi vena leher, dan irama gallop.



2.2    Asuhan Keperawatan pada Pasien Kekurangan Ciaran dan Elektrolit

a.         Pengkajian

1.    Riwayat keperawatan

a)    Pemasukan dan pengeluaran cairan dan makanan (oral, parenteral)

b)   Tanda umum masalah elektrolit

c)    Tanda kekurangan dan kelebihan cairan

d)   Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostatis cairan dan elektrolit

e)    Pengobatan tertentu yang sedang dijalani dapat mengganggu status cairan

f)    Status perkembangan seperti usia atau situasi sosial.

g)   Faktor psikologis seperti perilaku emosional yang mengganggu pengoba

2.     Pengukuran klinik

a)    Berat badan

Kehilangan atau bertambahnya berat badan menunjukkna adanya masalah keseimbangan cairan:

·            2%    : ringan

·            5%    : sedang

·            10%  : berat

Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang sama.

b)   Keadaan umum

·         Pengukuran tanda vital seperti temperatur, tekanan darah, nadi, dan pernapasan

·         Tingkat kesadaran

c)    Pengukuran pemasukan cairan

·         Cairan oral: NGT dan oral

·         Cairan parenteral termasuk obat-obatan IV.

·         Makanan yang cenderung mengandung air

·         Irigasi kateter atau NGT

d)   Pengukuran pengeluaran cairan

·         Urin: volume, kejernihan atau kepekatan

·         Feses: jumlah dan konsentrasi

·         Muntah

·         Tube drainase

·         IWL

e)    Ukur keseimbangan cairan dengan akurat: normalnya sekitar  cc

3.    Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada kebutuhan cairan dan elektrolit difokuskan pada:

a)        Integumen: keadaan turgor kulit, edema, kelelahan, kelemahan otot, tetani dan sensasi rasa.

b)        Kardiovaskular: distensi vena jugularis, tekanan darah, hemoglobin dan bunyi jantung.

c)        Mata: cekung, air mata kering

d)       Neurologi: refleksi, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.

e)        Gastrointestinal: keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah, muntah-mutah, dan bising usus.

4.    Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan elektorlit, darah lengkap, pH, berat jenis urin dan analisis gas darah.



b.        Diagnosa keperawatan dan intervensi

1.      Akctual/risiko deficit volume cairan

Definisi: kondisi di mana pasien mengalami risiko kekurangan cairan pada ekstraseluler dan vascular.

Kemungkinan berhubungan dengan:

a)      Kehilangan cairan secara berlebihan

b)      Berkeringan secara berlebihan

c)      Menurunnya intake oral

d)     Penggunaan diuretik

e)      Pendarahan

Kemungkinan data yang ditemukan:

a)      Hipotensi

b)      Takikardia

c)      Pucat

d)     Kelemahan

e)      Konsentrasi urin pekat

Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada:

a)      Penyakit Addison

b)      Koma

c)      Ketoasidosis pada diabetic

d)     Anoreksia nervosa

e)      Pendarahan gastrointestinal

f)       Muntah, diare

g)      Intake cairan tidak adekuat

h)      AIDS

i)        Pendarahan

j)        Ulcer kolon

Tujuan yang diharapkan

a)      Mempertahankan keseimbangan cairan

b)      Menunjukan adanyan keseimbangan cairan seperti output urin adekuat, tekanan darah stabil, membrane mukosa mulut lembap, turgor kulit baik.

c)      Secara verbal pasien mengatakan penyebab kekurangan cairan dapat teratasi.

2.      Volume cairan tubuh berlebihan

Definisi: kondisi dimana terjadi peningkatan retensi dan edema

Kemungkinan berhubungan dengan:

a)   Retensi garam dan air

b)   Efek dari pengobatan

c)   Malnutrisi

Kemungkinan data yang ditemukan:

a)      Orthopnea

b)      Oliguria

c)      Distensi vena jugularis

d)     Hipertensi

e)      Distress pernapasan

f)       Edema anasarka

g)      Edema paru

Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada:





a)      Obesitas


b)      Hipotiroidisme


c)      Pengobatan dengan kortikostiroid


d)     Imobilisasi yang lama


e)      Cushings syndrome


f)       Gagal ginjal


g)      Sirosis hepatitis


h)      Kanker


i)        toksemia



Tujuan yang diharapkan



a)      mempertahankan keseimbangan intake dan output cairan



b)      menurunkan kelebihan cairan






2.3    Prinsip dan Teknik Komunikasi pada Pasien Kekurangan Cairan dan Elektrolit



1)   Pengkajian (Purwanto, Heri, 1994)



·       Klien mampu menerima informasi dengan baik.



·       klien mampu berkomunikasi secara verbal.



·       Klien terlihat lemah.



·       klien mengalami kekurangan cairan dan elektrolit.



·       Klien selalu merasa haus.



·       Keadaan fisik klien, turgor kulit klien jelek, mukosa bibir kering dan mata cekung



2)   Diagnosa keperawatan (Potter & Perry, 1999)



·       Analisa tertulis dari penemuan pengkajian.



·       Sesi perencanaan tim kesehatan.



·       Diskusi dengan klien dan keluarga untuk menentukan metoda implementasi.



·       Membuat rujukan.



3)   Rencana tujuan (Purwanto, Heri,1994)



·       Rencana asuhan tertulis (Potter & Perry, 1999).



·       Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sendiri.



·       Membantu pasien agar dapat menerima pengalaman yang pernah dirasakan.



·       Meningkatkan harga diri pasien.



·       Memberikan support karena adanya perubahan lingkungan.



·       Perawat dan pasien sepakat untuk berkomunikasi secara lebih terbuka.



4)    Implementasi (Purwanto, Heri, 1994)



·       Memperkenalkan diri kepada pasien.



·       Memulai interaksi dangan pasien.



·       Membantu pasien untuk dapat menggambarkan pengalaman pribadinya.



·       Menganjurkan kepada pasien untuk dapat mengungkapkan perasaan kebutuhannya.



·       Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri pasien.



5)   Evaluasi (Purwanto, Heri, 1994)



·       Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji dan memenuhi kebutuhan sendiri.



·       Komunikasi menjadi lebih jelas, lebih terbuka dan berfokus pada masalah.



·       Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi tingkat kecemasan.



























BAB III



TINJAUAN KASUS






3.1    Roleplay Komunikasi Terapeutik



Pasien dengan Pemenuhan kebutuhan cairan, elektrolit



Nama-nama pemeran:



1.         Reka Aprilia Dianti   : Perawat Junior



2.         Harian Gusti             : Perawat senior



3.         Octa Dian Sari          : Keluarga pasien (Adik)



4.         Dempo Peringgono   : Pasien






Setting 1



Di ruang keperawatan terdapat sebuah meja dan dua buah kursi dengan tumpukan buku di atas meja. Diruang tersebut terdapat seorang perawat Yuli berusia 45 tahun sedang menulis dibuku catatan keperawatan, kemudian seorang perawat praktek dengan name take yang berwarna merah datang dengan wajah lugunya sesaat keduanya bercakap-cakap.



Perawat Reka : Assalamu’alaikum.... (Tersenyum kearah perawat senior)



Perawat Harian : Wa’alaikumsalam. (Dengan suara ketus) Dek, kamu lagi ada tugas?



Perawat Reka : Kebetulan tidak ada mbak.



Perawat Harian : Kalau begitu sekarang kamu masuk ke ruang melati, disana ada pasien yang harus diberi obat karena jadwalnya dia di beri infus.



Perawat Reka : Iya mbak. (Sambil ngangguk)



Perawat Harian : Bisa dek? (Ketus) Sekalian belajar (Mengangkat alis)



Perawat Reka : Iya mbak. (Mengangguk)



Perawat Harian : Kamu tahu, dimana mengambil peralatan?



Perawat Reka : Iya mbak saya tahu.



Perawat Harian : Kamu lihat dulu status pasien di ruang keperawatan.(Jari telunjuk



                           menunjukkan disebuah lemari)  Dan ingat jangan sampai keliru, paham



                           kamu!



Perawat Reka : Paham mbak.



Perawat Harian : Berani dek.



Perawat Reka : Iya mbak.



Perawat Harian : Ya, sudah cepat sekarang!



Perawat Reka : Ya, mbak permisi.



Perawat Harian : Iya.



Dengan wajah mengkerut perawat junior pergi meninggalkan perawat seniornya dan mulai mempersiapkan peralatan, kemudian menuju ruang melati.






Setting 2.



1.      Pra interaksi



Pasien bernama Tn D umur 18 tahun, pekerjaan sebagai pelajar masuk rumah sakit Dr. M. Yunus pada tanggal 26 Maret 2014, jam 10.00 WIB dirawat diruang melati dengan diagnosa medis gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit, dengan keluhan lemah, haus. Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 26 Maret 2014, jam 11.00 WIB didapatkan mukosa mulut kering, turgor kulit menurun, kesadaran Compos Mentis, kulit dingin dan lembab, mata cekung. Dirawat oleh seorang mahasiswi Akademik Keperawatan Provinsi Bengkulu bernama Reka Aprilia Dianti.






2.      Fase orientasi



Diruangan melati terdapat sederet tempat tidur dengan salah satunya berbaring pasien yang bernama Dempo Peringgono dengan diagnosa kekurangan kebutuhan cairan dan elektrolit. Terlihat Adiknya Octa Dian Sari sedang menemani kakaknya yang terbaring ditempat tidur.



Perawat Reka        : Selamat pagi dek! (Tersenyum kearah adik Octa)
Adik Octa             : Selamat pagi, mbak! (Tersenyum kearah perawat)



Perawat Reka        : perkenalkan, nama saya perawat Reka Aprilia Dianti dari Akper Poltekkes Provinsi Bengkulu yang bertugas diruangan ini. Apa benar ini dengan Adik Dempo?



Pasien Dempo       : iya benar sus..



Adik Octa             : iya suster ini kakak saya Dempo.



Perawat Reka        : Bagaimana kabar adik hari ini?



Pasien Dempo       : iya beginilah sus.



Perawat Reka        : Begini dik agar kulit dan bibir adik tidak jelek lagi, maka kita perlu melakukan tindakan pemasangan infus dan ini juga akan membantu kesembuhan adik, bagaimana dik apa adik setuju.



Pasien Dempo       : iya sus.



Adek Octa                        : ooh pemasangan infus iya sus, sakit nggak  rasanya sus?



Perawat Reka        : memang sakit rasanya, tapi tindakan ini harus dilakukan agar kakak mu cepat sembuh.



 Adek Octa           : Iya mbak, silahkan.



Perawat Reka        : baiklah dik Dempo, sebelum pemasangan infus, saya akan melakukan pemeriksaan TTV terlebih dahulu yaitu, tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu adik.



Pasien                    : iya sus.



Perawat Reka        : sebentar ya dik, saya mempersiapkan alatnya terlebih dahulu. Permisi iya dik.



Pasien Dempo       : iya sus.



Perawat keluar ruangan untuk mempersiapkan peralatan






3.      Fase kerja



Perawat masuk membawa peralatan. Kemudian perawat melakukan tindakan pemeriksaan TTV. Perawat cuci tangan dan pasang sarung tangan.



Perawat Reka        : baiklah dek, sebelum melakukan tindakan apa ada yang adik ingin lakukan.



Pasien Dempo       : tidak ada sus.



Perawat mengambil kapas.



Perawat Reka        : baiklah, apakah adik bisa mengelap ketiaknya sendiri.



Pasien Dempo       : iya sus, bisa



Perawat Reka        : baiklah dik, saya akan pasang termometernya ke ketiak adik, tolong angkat tangannya. (selesai) tolong silangkan tangannya dan tahan.



Perawat Reka        : baiklah, sekarang mengukur tekanan darah, setelah itu nadi dan pernapasan.






Perawat melakukan tindakan mengukur tekanan darah, nadi dan pernapasan pasien.



Setelah selesai.



Perawat Reka        : baiklah saya akan ambil termometernya diketiak adik.



Setelah melakukan pemeriksaan fisik, kemudian perawat  Reka melakukan tindakan pemasangan infus.



Perawat Reka        : baiklah sekarang kita akan melakukan pemasangan infusnya, tangan mana dik yang akan dipasang infusnya.



Pasien Dempo       : tangan sebelah kiri saja sus.



Perawat Reka        : oh iya, sebentar saya ambil kapasnya.






Perawat memasang perlak dibawah tangan Pasien,



Perawat     : maaf dek kita pasang perlak dibawah tangan yang akan dipasang infus.



Lalu Perawat melakukan desinfeksi menggunakan kapas alkohol secara melingkar dari dalam keluar didaerah vena radialis. Perawat melakukan penusukan dengan sudut 15 .



Perawat Reka        : tolong tahan iya dik, ini akan terasa sakit



Setelah selesai perawat kemudian menyambungkan dengan set infus dan digantung. Lalu perawat mengatur tetes infus sesuai kebutuhan pasien.






4.      Fase Terminasi



Perawat Reka sudah melakukan tindakan pemerikasaan TTV dan pemasangan infus kepada pasien. Perawat lepas sarung tangan dan cuci tangan.






Perawat Reka        : Baiklah dik saya sudah melakukan pemasangan infus dan pemeriksaan TTV di dapatkan TD : 100/60 mmHg, N: 140 x/menit, P: 24 x/menit, dan T: 37 c. Baiklah dik terimakasih atas waktu yang adik berikan kepada saya serta kerja samanya, apabila nanti ada keluhan dan memerlukan bantuan anggota keluarga bisa panggil saya diruang perawat, saya permisi dulu ya dik.



Passien Dempo      : iya sus



Adik Octa             : terima kasih iya sus, atas bantuannya.



Perawat Reka        : iya sama-sama.






Perawat membereskan alat dan mendokumentasikan tindakan.
















































BAB IV



PENUTUP






4.1    Kesimpulan.



Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi. Seorang penolong atau perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi, (Suryani 2005). Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan seorang perawat dengan teknik-teknik tertentu yang mempunyai efek penyembuhan.Peranan komunikasi dalam pembangunan dan dalam proses keperawatan sangatlah penting. Komunikasi yang digunakan dalam proses keperawatan adalah komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien yang mempengaruhi perilaku pasien. Hubungan perawat klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman dengan menggunakan berbagai tekhnik komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah positif seoptimal mungkin. Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif perawat harus mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami tentang dirinya.






4.2    Saran



Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami bahwa pentingnya komunikasi dalam kehidupan kita sehari – hari terutama dalam proses pembangunan dan dalam proses keperawatan dan diharapkan juga bagi pembaca agar dapat menggunakan bahasa yang sesuai dalam pergaulan sehari – hari, khususnya bagi pembaca yang berprofesi sebagai seorang perawat atau tenaga medis lainnya agar dapat berkomunikasi yang baik dengan pasien guna untuk menjalin kersama dengan pasien dalam melakukan proses keperawatan yang bertujuan untuk kesehatan pasien serta berkomunikasi dengan baik terhadap rekan kerja dan siapapun yang terdapat di tempat kita bekerja.

DAFTAR PUSTAKA.

Handayani, W. 2012. “Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik”.
             tanggal 28 April 2014. Jam 12.01 WIB)
Ekawijaya Dony. 2014. Makalah Gangguan Kekurangan cairan dan elektrolit.
      http://bacainfomu.blogspot.com/2014/02/makalah-gangguan-kekurangan-cairan-dan.html.  diakses tanggal 29 April 2014. Jam 12.39 WIB.
Tarwoto dan Wartonah. 2011. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperaawatan Edisi 4.
             Jakarta: Salemba Medika
Perawat Muda from MCB. 2011. “Prinsip dan Teknik Komunikasi dalam Asuhan Keperawatan”.              http://woalexcont.blogspot.com/2011/07/prinsip-dan-teknik-komunikasi-dalam.html.              (diakses tanggal 7 Mei 2011, jam 12.32 WIB)



1 komentar:

  1. Jangan ketus ketus amat buat dilog roleplay nya kak ������

    BalasHapus